Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Selembar Photo Ghaibku

29 Oktober 2021   01:06 Diperbarui: 29 Oktober 2021   01:15 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini cerita lama ketika aku masih kelas 7 di sebuah sekolah swasta khusus putri yang letaknya di daerah Lapangan Banteng, Jakarta.  Ceritanya berawal dari kegiatan study tour ke Bali yang diadakan sekolah.  Ketika itu kami menggunakan bis, dan sudah bisa ditebak suasana pasti seru, karena siapa sih yang tidak senang ke Bali.

Seingatku sebelum berangkat telah diwanti-wanti oleh suster (Biarawati) yang juga ikut bersama kami, agar menghormati budaya Bali.  Kami diceritakan tentang sajen yang akan banyak ditemui di Bali dan juga Leak yang dipercaya sebagai makluk jadi-jadian.  Singkat ceritanya Suster meminta kami menjaga tutur kata dan prilaku selama berwisata di Bali nanti.

Maka sampailah kami di Bali sudah cukup larut.  Kami kemudian menempati kamar masing-masing, dan kalau tidak salah 1 kamar diisi 3 orang.  Aku sendiri begitu dapat kamar memilih langsung mandi.  Jujur jalan darat membuat aku merasa jorok, dan aku merasa tidak nyaman.  Sehingga ketimbang menikmati makan malam yang dibagikan di teras kamar, aku memilih masuk kamar dan mandi.

"Ehhmm...segar dan ini baru mantap menikmati makan malam."  Kataku dalam hati sambil duduk di teras sendirian menikmati nasi kotak jatahku.  Sementara teman-temanku sudah kembali ke kamar beristirahat.  Cukup larut memang, kalau tidak salah ingat sudah lewat tengah malam.

Seekor kucing hitam melintas di teras entah darimana.  Semula tidak jadi masalah karena aku asyik menikmati nasi kotak.  Tetapi, isi kepala ini mulai halu ketika aku merasa ada mata yang terus mengawasiku.  Bulu kudukku pun mulai tegang.

Kemudian lututku pun lemas seketika saat aroma bunga tercium santer.  Bagaimana mungkin mendadak ada aroma bunga di tengah malam.  Bersamaan itu pula mataku beradu dengan dua mata di tengah gelap.  Mata itu milik kucing hitam yang melintas tadi.  Menurutku, matanya tidak seperti umumnya mata kucing.  Horornya, dia hanya diam tegak mematung memandangku tajam.

Lututku memang lemas, tetapi rupanya aku masih punya energi berlari langkah seribu masuk kamar dan bersembunyi di bawah selimut sahabatku.  "Woi....ganggu lu!" teriaknya.

"Gu...gu...gua...sepertinya ketemu leak.  Gu...gua.........."  Kataku ketakutan menceritakan kucing hitam dan aroma bunga kepada kedua temanku yang kini terbangun.  Maka kami bertiga akhirnya berada di satu tempat tidur yang sama dan ketakutan sepanjang malam.

Pagi pun tiba, dan kami akan mengunjungi tempat wisata pemandian Tirta Empul.  Pengalaman semalam menjadi rahasia bertiga.  Tidak kami ceritakan kepada guru ataupun suster.  Meskipun begitu, diantara kami berbisik membahas dan mencari tahu.  Apakah yang aku lihat semalam kucing hitam biasa, ataukah itu jelmaan leak.  Jika hanya kucing, kenapa matanya terus mengawasiku, dan kenapa mendadak ada aroma bunga.

Sepakat sepanjang perjalanan, aku dan kedua sahabatku memilih untuk menjaga tutur kata serta prilaku.  Memperhatikan langkah agar tidak menginjak sajen yang kadang tergeletak di jalan.  Termasuk mulut ini juga dijaga ketika memasuki Pura Tirta Empul.  Kami benar-benar trauma dengan kejadian semalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun