Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Museum dan "Mereka" yang di Sana

13 Oktober 2021   00:29 Diperbarui: 13 Oktober 2021   01:44 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pingpoint.co.id/

Aku menyenangi seni, budaya dan sejarah, baik lokal ataupun dunia.  Menurutku mereka adalah sebuah cerita yang tidak bisa bercerita.  Sehingga mungkin museum menjadi jawaban untuk kita yang hidup di masa sekarang.  Tetapi permasalahannya, museum di Indonesia tidaklah seperti di luar negeri.  Ngeri sedapnya museum di Indonesia memang terbukti juaranya.

Sedikit cerita ketika berkesempatan menganggumi karya seni di museum di Melbourne, Sydney dan Canberra.  Aku jujur saja larut dengan kekaguman karya seni dan cerita yang ditampilkan. Termasuk cerita sepucuk surat cinta yang tersimpan dalam sebuah botol. 

Kebetulan ketika itu masih berstatus pelajar disana, dan menyempatkan diri berkunjung ke museum dan monumen pahlawan "Australia Shrine of Remembrance" yang berada di Botanical Garden.  Berdiri cantik di atas lahan 38 hektare yang menyimpan 10 ribu spesies tanaman.  Sehingga sangat jauh dari kesan angker.

Kita akan dibuat terpana dan haru saat memasuki area gedung, di lantai dasar terdapat sebuah ruang luas dengan pusat di tengah berdiri sebuah batu bertuliskan: Grater Love Hath No Man, sebuah bahasa Inggris klasik, yang dalam arti bebasnya Tidak Ada Lelaki Hebat Selain yang Ada di Sini.  Setuju, karena dibutuhkan jiwa besar untuk mengorbankan nyawa.

Sebuah botol tersimpan di etalase, dan sepucuk surat di dalam botol menarik perhatianku.  "What are you looking at young girl?  You might tear if I tell you about this bottle." Suara petugas museum yang tetiba sudah berada di dekatku.

Belum sempat aku menjawab, mengalir cerita kisah cinta tentang botol tersebut.  Cerita tentang seorang perwira muda yang mengirimkan rindunya kepada belahan jiwanya dalam perang Gallipoli.  "So sweet, don't you.  If you know Anzac Day that to remember who die in the Gallipoli war.  Many more bottle have their own love one, since we found many in the sea" katanya menjelaskan.  Terus terang, aku terbawa rasa kesedihan di botol tersebut.

Ini berbanding terbalik ketika aku berkesempatan berkunjung ke Museum Batik dan Museum Wayang di Jakarta.  Kemudian Museum Mulawarman di Kutai, Museum RA. Kartini, Museum Rengas Dengklok, Museum Kereta Api di Jogya, ataupun Museum Kereta Api Lawang Sewu di Semarang.  Disini, aura mistiknya mengganggu sekali.

Berbagi cerita ketika aku berkunjung ke Museum Mulawarman di Kutai.  Waktu itu aku masih kecil, dan aku memang sempat tinggal di Kalimantan Timur.  Sedang asyik melihat kursi raja yang dihiasi payung dominasi warna kuning.  Tetiba, pemandu wisatanya mengatakan kepadaku.  "Dek, kamu nanti pasti akan kembali ke Kalimantan Timur lagi.  Tidak tahu apakah kamu, tetapi yang berhubungan dengan kamu."

Menurutku sih ini seram, karena aku waktu itu masih usia kanak-kanak, dan ketika itu hari-hari terakhir sebelum kami sekeluarga pindah ke Jakarta.  Sebab bapakku sudah selesai bertugas di Kalimantan.  Cerita yang terus tergiang bertahun, dan memang terbukti dengan caranya.  Sebab, hingga kini aku masih terus berhubungan dengan teman-teman di Kalimantan.  Bahkan suamiku bertugas di Kalimantan Timur, yang seharusnya aku ikut.

Museum Kutai bukan satu-satunya yang membuat aku selalu ngeri sedap.  Di kesempatan lain seperti ketika berkunjung ke Lawang Sewu juga ngeri.  Padahal aku menyukai bangunan Lawang Sewu dengan arsitekturnya yang luarbiasa keren.  Sehingga meski mengetahui cerita ngeri sedapnya, tetap aku mengunjunginya.  Kejadian, Lawang Sewu yang memiliki 1000 pintu seolah mencoba bercerita.  Demikian juga ruang tahanan di bawah tanah yang maaf aku nggak minat untuk melihat.

Beda, berbeda sangat aura yang terasa di museum Indonesia dan Australia dalam hal ini.  Benda-benda di sana memang bercerita. Tetapi museum di Indonesia, "mereka" yang di sana ngerinya juga ikutan mencoba bercerita.  Ini tidak elok yah menurutku. Ujungnya jadi berkesan wisata horror.

Tidak tahu persisnya kenapa museum Indonesia lekat dengan rasa seram.  Bisa jadi karena penataannya yang kurang apik, pencahayaannya yang remang, dan bisa juga karena kemasan wisata museumnya yang tidak menarik.

Seharusnya ini menjadi perbaikan, karena biar bagaimanapun kita yang berada di masa kini adalah bagian dari perjalanan mereka di masa lalu.  Penting untuk setiap generasi memperkaya pengetahuan agar menjadi generasi yang lebih baik.

Jakarta, 13 Oktober 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun