Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku adalah Diriku

12 Juni 2021   02:16 Diperbarui: 12 Juni 2021   02:35 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://tandaseru.id/

Setiap orang menginginkan keberadaannya diterima oleh lingkungannya.  Menjalani harinya dengan bahagia, tanpa beban.  Tidak heran akan ada orang yang rela "bertopeng" menjadi sosok berbeda demi diterima lingkungan.  Bagiku ini mengerikan, sebab yang dijalani nantinya bukanlah diri atau karakter aslinya.  Lagi pula pertanyaannya, mau sampai kapan hidup dalam kepalsuan.

Cerita diriku sekitar 2 tahun lalu di awal masuk dalam lingkungan baru.  Awalnya mencoba menempatkan diri menjadi pendengar yang baik dan hanya diam.  Tetapi, ternyata sangatlah sulit.

Aku mengenal diriku dengan baik.  Aku bukanlah tipikal orang dengan karakter yang menerima.  Aku bukan tipikal yang bisa diam, buta dan tuli ketika melihat suatu kejanggalan, ketidakadilan, ketidaktahuan atau penderitaan orang lain.

Mungkin sebagian orang akan menamaiku kepo, pencitraan, sok tahu, gila pujian, tukang bikin onar, atau apapun itu judulnya yang bisa memuaskan hati mereka.  Tetapi persoalannya bukan itu.  Sebab nilai hidupku adalah berbuat ketika kita bisa dan mampu, serta lakukan dengan  tanggungjawab tanpa pamrih.  Berbuat tidak harus materi, tetapi juga berbagi pengetahuan, mengedukasi, membangun komunitas, atau bahkan sebuah senyuman dan tawaran persahabatan sekalipun.

Di lingkungan yang lama, aku dikelilingi oleh sahabat-sahabat yang mengenali diriku kocak dan berani berpendapat.  Bahasa kerennya mungkin "personal branding," atau identitas yang melekat tentang diriku di mata lingkunganku. 

Jujur ketika di lingkungan baru, aku sangat sulit untuk tidak menjadi diriku.  Telingaku berdenging, dan mulutku ini tidak bisa diam untuk tidak bertanya memperjelas sebuah kondisi. 

Maaf, ini bukan karena aku tukang bikin onar.  Tetapi, faktanya sering kali budaya Timur membuat orang takut bertanya.  Ngeri dilabeli pemberontak, atau si pelawan arus.  Sehingga yang terjadi adalah sikap apatis.  Cuek dan acuh selama bukan menyangkut atau menyenggol kepentingan atau zona aman dan nyamannya.  Inilah yang tidak bisa aku terima.

Aku tidak nyaman dengan diriku sendiri, aku tidak bisa cuek dan apatis!  Jadi maaf, ini sama sekali bukan pencitraan.  Sebab aku tidak butuh untuk dipuji, disanjung atau dinilai orang lain.  Tetapi ini masalah aku dan diriku.

Berlahan tapi pasti aku kembali menjadi diriku sendiri.  Terdengar berisik mungkin, dan aku dijuluki pendengung.  Hahah...julukan manis, karena menurutku yang berdengung itu lebah, dan itu lebah madu.  Mantap aku kembali bersuara, tetapi bukan tong kosong nyaring bunyinya pastinya.  Yup, waktu akhirnya mengembalikan aku kepada diriku.

Pengalaman mengajarkan kepadaku bahwa inilah hal mendasar yang harus diketahui tentang personal branding di dalam keseharian, yaitu:

  1. Kenali dirimu, artinya kenali apakah kita pribadi yang introvert (tertutup), ataukah extrovert (terbuka).  Tentunya sangat sulit jika kita terbiasa memiliki teman dan bergaul, tetapi kemudian mati langkah dengan menutup diri.  Kemudian kenali juga kelebihan dan kekurangan kita agar bisa berhati-hati dalam bersosialisasi.  Kontrol diri sangat penting dalam hal ini.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun