Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Cinta Kasih dalam Waisak

26 Mei 2021   04:24 Diperbarui: 26 Mei 2021   07:37 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat Hari Raya Waisak Tahun 2021, Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta.  Semoga semua mahkluk berbahagia.

Peringatan Hari Raya Waisak 2565 BE tahun ini bertema "Membangkitkan Semangat Persatuan untuk Indonesia Maju".  

Hari Raya Waisak merupakan hari suci bagi umat Buddha, dan tahun ini jatuh pada Rabu 26 Mei 2021.  Hari raya ini juga disebut Trisuci Waisak, sebab ada 3 peristiwa penting yang menandainya, yaitu:

  1. Kelahiran Pangeran Siddharta di Taman Lumbini pada tahun 623 SM.
  2. Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha di Buddha-Gaya (Bodh Gaya) pada usia 35 tahun pada tahun 588 SM.
  3. Buddha Gautama Parinibbana (wafat) di Kusinara pada usia 80 tahun pada tahun 543 SM.

Diketahui ajaran agama Buddha berasal dari India, dan telah berusia lebih dari 2000 tahun.  Sekilas mengenai Buddha berarti "Yang Telah Sadar", "Yang Telah Terjaga", atau "Yang Telah Cerah".  Berasal dari Budh yang artinya terjaga, menyadari, dan memahami.  Sehingga Buddha adalah sebuah gelar untuk seseorang yang telah mencapai pencerahan sempurna.

Adalah sosok Siddharta Gautama sebagai penemu dan penyebar ajaran Buddha.  Sosok inilah yang menemukan dan mengajarkan agama Buddha setelah mencapai suatu pencerahan secara sempurna atau disebut penyadaran penuh.  Kemudian Buddha Gautama menyebarkan Dharma dengan berkelana, kepada umat manusia lainnya dan menyebarkan dengan cinta dan kasih sayang hingga usianya 80 tahun.

Pandemi Covid-19 dapat menjadi bentuk refleksi bagaimana Waisak memaknai cinta kasih seperti yang diajarkan Buddha Gautama.  Hal yang senada dengan ungkapan Sekjen PBB Antnio Guterres, Covid-19 adalah bagian dari cobaan, suatu penderitaan yang akan membuat manusia kian bijaksana, jika disikapi dengan baik.   Bahkan Guterres menyitir Sutra (perkataan Sang Buddha): "Karena semua makhluk hidup merasakan kesakitan, maka saya juga menderita sakit."

Perkataan ini harus membuat kita bercermin bahwa saat ini tidak hanya Indonesia, bahkan dunia juga sedang menangis.  Airmata ini rasanya sudah kering, dan hati ini sudah teramat sangat sakit melihat mereka yang pergi karena Covid-19.  Sehingga tepatlah jika kita lebih membuka hati, menaruh simpati dan berempati kepada siapa saja.  Tidak perlu memandang ras, suku bahkan agama, karena mereka semua adalah sama saudara kita.  Kita juga tidak perlu menambahkan kekisruhan sehingga memperburuk kondisi.

Kembali kepada tema "Membangkitkan Semangat Persatuan untuk Indonesia Maju", apa yang kita telah lakukan untuk negeri ini?

Percayalah, cinta kasih tidak semudah mengucapkannya, pelaksanaannya jauh lebih sulit.  Kita akan bergumul dengan ego masing-masing, dan kumat merasa paling benar, paling unggul.  Padahal semuanya itu tidak lebih dari kesombongan diri!  Ujungnya mata dibutakan, dan hati mati rasa!

Tanya diri sendiri sejauhmana kita mau mencintai dan mengasihi orang lain?  Jangankan di masa pandemi, di saat normal saja cenderung sebagian dari kita acuh terhadap penderitaan orang lain.  Sementara Buddha Gautama meninggalkan semua kenyamanannya hidup di istana, untuk kesempurnaan dalam pengembaraan dan pertapaan bisa merasakan kesedihan atau sakit makhluk hidup lain.

Betapa ironisnya ketika sebagian dari kita jangankan meninggalkan kenyamanan atau memberi dari apa yang dimilikinya.  Sedangkan menjaga mulut ini untuk tidak menyakiti belum tentu mampu.  Padahal kata-kata yang terucap tidak hanya didengar, tetapi juga tertinggal di hati yang meninggalkan luka.

Buddha Gautama mewariskan nilai luhur yang menjadikan kita malu.  Sebab dirinya begitu menjaga dan ikut merasa sakit saat makhluk hidup lain tersakiti.  Berbanding terbalik dengan sebagian dari kita yang puas ketika orang lain tersakiti?  Melepas amarah dengan liar, padahal diri ini harusnya mampu mengkontrolnya.  Sebab semua berpulang kepada cinta kasih.

Lihat Indonesia yang sangat membutuhkan rakyatnya untuk melawan pandemi, dan untuk membawa negeri ini maju.  Kita harus menyudahi semua perbedaan yang ada, dan melihat semuanya itu sebagai kekayaan yang saling melengkapi.  Sebagai satu Indonesia, kita wajib saling menopang, menjaga dan membuat bangsa ini kuat.

Tidak harus muluk-muluk untuk menjadi hebat, sebab kita bisa mulai dari hal sederhana seperti:

  • Meningkatkan toleransi dalam bermasyarakat.
  • Berempati dan bersimpati terhadap lingkungan sekitar
  • Terlibat dalam bakti sosial sesuai kapasitas dan kemampuan
  • Saling mengingatkan di masa pandemi mengenai protokol kesehatan
  • Saling mensupport diantara komunitas ataupun lingkungan
  • Mencintai sesama tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras dan status sosial
  • Gunakan hikmat dan bijak dalam bertindak.

Ini hanyalah contoh dari beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk sebuah kebaikan.  Kita tidak perlu menunggu untuk sebuah perubahan. Mulailah dari diri sendiri, dan jadilah trendsetter pembawa kebaikan untuk negeri ini.  Menebarkan cinta kasih tanpa batas, menggandeng dan merangkul untuk satu menuju Indonesia maju.

Jakarta, 26 Mei 2021

Sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun