Pernah sekali masa baja hitam melintas samudra biru, di bawah langit cakrawala tak bertepi. Â Gagah dan berani, membawa putra terbaik negeri. Berikrar setia kepada pertiwi, dan pelukan cinta keluarga penyemangat diri.
Pernah sekali masa baja hitam menjadi saksi dari indahnya lautan luas. Â Menerjang ombak dan badai, tanpa gentar. Â Menganggumi karya Ilahi yang tersembunyi misteri di dasar lautan tak terhampiri. Â Berjanji untuk selalu kembali menemui mereka yang dicinta sepenuh hati.
Kini tak lagi sekali masa, baja hitam itu tak kembali. Â Menarik diri dari mereka sang penanti. Berlinang air mata, menjerit histeris tak terima kepada lautan. Â Pupus sudah harapan berkeping rindu yang tak pernah berujung kini.
Baja hitam t'lah mati, bersatu dengan samudra negeri. Â Tersisa pahit dan pedih, terkoyak bahagia yang tak mungkin utuh. Â Mimpi yang tenggelam hingga ke dasar lautan bersama mereka kekasih hati.
Kini baja hitam itu menjadi rumah para prajurit sejati. Â Putra terbaik negeri yang pergi dengan cinta, karena cinta dan menyimpan cinta. Â Cinta yang membentang tak terukur luas dan dalamnya. Â Tak terkata hingga nyawa diberi untuk negeri ini.
Terima kasih prajurit sejati. Â Mereka yang tidak sungguh pergi, dan terus menjaga samudra ini dalam keabadian cinta. Â Inalillahi Wainailaihi Rojiun.
Jakarta, 26 April 2021