Sejatinya setiap orang mempunyai target hidup. Â Buktinya di setiap tahun baru banyak dari kita datang dengan semangat berjudul revolusi tahun baru. Â "Tahun depan, aku harus sudah punya rumah. Â Akhir tahun depan, tabunganku sudah banyak. Â Targetku membawa orang tua liburan dan happy-happy." Â Inilah beberapa contoh paling umum target di awal tahun baru. Â Yup, asyik-asyik saja sih selama itu membuat kita termotivasi menjadi lebih baik.Â
Sama halnya dengan target pasangan muda ketika memulai rumah tangga. Â Kenyataannya, setelah kapal berlayar mendadak banyak terjadi perombakan. Â Apalagi setelah kehadiran anak. Â Heheh...meriahlah perjalanan, karena ada ombak dan angin menerpa.
Tidak menyudutkan tetapi memberi gambaran. Â Coba deh perhatikan wisatawan mancanegara. Â Banyak loh mereka-mereka itu pasangan opa dan oma. Â Hanya berduaan bisa liburan sampai ke negeri orang. Â Ehhhmmm...siapa sih yang tidak mau. Â Bahkan di negerinya sendiri, aku melihat banyak pasangan berumur yang mesra banget menikmati kopi atau ice cream berduaan di setiap akhir pekan ataupun hari biasa.
Ini menyedihkan, berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia, yang hingga tua justru lanjut mengurusi cucu, atau bahkan terparah masih memikirkan ekonomi anaknya. Â Tidak menyalahkan, karena bisa disebabkan perbedaan budaya. Â Walau tidak bisa disangkal, ekonomi jadi faktor utama pada umumnya.
Melihat semua ini, salahkah memiliki target hidup? Â Yah...enggaklah, karena target hidup ibarat master plan yang membuat kita tahu kemana melangkah. Â Tetapi, harus diingat hidup tidak melulu manis, melainkan penuh rasa. Â Ada kecut, pahit bahkan pedas menggigit.
Kita tidak pernah tahu ke depan ada apa. Â Bahkan di detik berikutnya nafas kita saja ada apa, tidak ada yang tahu. Â Tetapi yang pasti, catatan pentingnya untuk melangkah itu butuh konsistensi yang tidak mentok di wacana.
Aku misalnya, targetku dulu bisa sekolah tinggi, melihat belahan dunia lain, memiliki pekerjaan dan jabatan dengan gaji selangit, menyenangkan orang tua dan memiliki keluarga kecil yang dipenuhi tawa. Â Lalu apakah kesampaian?
Yup, aku kesampaian dengan kerja keras dan tekad kuat berhasil belajar di negeri orang, dan bonus lulus terbaik serta bekerja di perusahaan bergengsi disana. Â Selain kerja serabutanku menjadi tukang cuci piring dan cook helper. Â Hal yang mungkin remeh, tetapi ini pelajaran berharga yang membentuk karakterku di kemudian hari, yaitu behenti mengeluh dan bersyukur senantiasa.
Kejadian deh, aku harus ngakak kencang. Â Jelas aku bukan dewa yang bisa memperoleh semua yang aku ingini. Â Seiring perjalanan waktu, aku dihadapkan kondisi harus berhenti bekerja. Â Hikks...hikks......meringis, melayanglah jabatan dan gaji tinggi yang kini tinggal kenangan. Â Tidak ada lagi harum parfum karena diganti harum bawang. Â Hahah...
Aku juga tidak bisa sempurna memenuhi kerinduanku menyenangkan orang tua seperti mimpiku, karena mama kemudian stroke dan bapak lebih dulu dipanggil olehNya. Â Bagiku kini, membuat kue atau mencoba minuman kekinian cukuplah. Â Terpenting seisi rumah tersenyum. Â Iya, Â seumpamanya ulangan, dari 10 soal, aku ini salah 3 sekalipun sudah belajar rajin.