Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kataku, Selama Bukan Pabriknya

11 April 2021   19:43 Diperbarui: 11 April 2021   19:59 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hahaha...yup selama bukan pabriknya adalah kalimat sakti yang dikenal kedua bocahku yang kini beranjak remaja.  Kalimat yang tertanam paten di dalam benak keduanya. Kalimat yang pernah membuat suamiku menilai aku ini pelit dan emak yang kejam. Padahal bukan itu nilai yang ingin kutanamkan.  Tetapi aku ingin anakku berbagi dan tahu menghargai keringat papanya.

Aku dan pasangan diberkati dengan kehadiran 2 anak dengan usia yang tidak terlalu jauh, hanya beda 1.5 tahun. Kebayang dong bagaimana sedapnya membesarkan bocah dengan usia yang berdekatan.  Wuiihhh....ketika mereka masih balita, hidup serasa pesta 24 jam non stop! Hahahah....

Pesta ini semakin seru karena keseharian aku dan si bocah lebih sering bertiga.  Yup, belahan jiwaku bekerja jauh di pedalaman.  Ini artinya 1000 persen urusan anak adalah tanggungjawabku, mulai dari pembentukan karakter hingga pendidikan mereka.

Panik, nggak juga sih karena aku memutuskan menjadi sahabat untuk kedua anakku sejak mereka usia bocah.  Yup, kami bertiga biasa berkomunikasi dalam segala hal.  Aku sangat percaya, dengan membangun komunikasi akan membuat hubungan menjadi dekat.  Hubungan yang tidak harus selalu ibu dan anak, tetapi juga bisa sebagai sahabat.  Inilah yang membuatku tidak mengalami kemeriah pesta terlalu berlarut, dan memakan energiku hingga ke titik nol.  Hahahha....

Sekalipun begitu, bocah tetaplah bocah yang kadang kumat sikap ngototnya dan ingin tahu kenapa mereka tidak bisa seperti sahabat-sahabat mereka yang bebas belanja ini dan itu.  Kenapa mereka harus berbagi, dan harus ribet.  "Kenapa sih mama ini untuk beli minuman kekinian aja mikirnya ribet banget."  Begitu dulu salah satu reaksi puyeng mereka melihatku.

Maaf, ini bukan berarti aku kaku atau pelit.  Di setiap kami bertiga pulang gereja, aku mengajak mereka makan di luar.  Mengajak menikmati makanan yang sedang viral.  Bukan karena latah, tetapi hanya untuk menjaga perasaan kedua anakku.  Setidaknya pernah mencoba mencicipi.

Di saat seperti inilah aku gunakan untuk berbicara banyak hal, tetapi tidak menggurui.  Kepada keduanya aku menanamkan, kita bukan orang lain, dan demikian juga sebaliknya.  Sehingga, hehehe...untuk yang mahal-mahal alias mehong, mama beli satu saja dan kalian berbagi.

Ngakak mengingat manisnya mereka berbagi tanpa mencurangi.  Mengingat saat kami bertiga tertawa bersama, menikmati misalnya 1 cup ice cream mewah tanpa menggerutu.  "Hahahah...yang penting pernah, walau rasanya nggak sempat diingat karena terlalu sedikit." Canda mereka, dan kami tertawa bersama.

"Ma, kenapa sih aku dan kakak selalu harus berbagi?" si kecil yang jujur paling berisik penasaran bertanya.

Aku biasanya santai menjawab sambil tersenyum, "Nggak kenapa-kenapa.  Selama bukan pabriknya, mama sanggup beli.  Emangnya adek keberatan berbagi, atau mungkin kakak yang keberatan?"

Aku bukan pelit.  Aku hanya ingin keduanya berbagi dan saling mengasihi.  Menikmati bersama yang ada walaupun sedikit.  Tanpa harus bersaing, dan berebut atau menyakiti. Kalau bukan adek dan kakak saling berbagi dan menjaga, terus siapa lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun