Rupanya, kalau hujan si ibu tetap menggowes, jika tidak terlalu deras. Â Kali ini ibu menggunakan jas hujan untuk melindungi dirinya agar tidak basah. Â Tetapi jika benar-benar sudah memasuki musim penghujan, maka biasanya Ibu Madu tidak bersepeda ke sekolah. Â Menggantinya dengan menggunakan kendaraan umum.
Pernah juga aku kepikiran, si ibu lewat mana yah? Â Maklum di Jakarta jalanan super padat, dan ngeri sedap kalau bersepeda. Â Ternyata, ooo...ternyataaa...si ibu lewat jalan tikus, alias jalan kampung menuju rumahnya yang berjarak 4 -- 5 Km. Â Wow....luarbiasa, karena ini sudah dijalani sejak dulu. Â Entah sudah berapa banyak peserta didik yang sukses diajar guru sederhana ini. Â Sementara si ibu tetap setia mengayuh sepeda melewati jalan-jalan kecil supaya aman.
Ibu Madu dan sepedanya adalah cerita dan kenangan manisku ketika kedua anakku di sekolah tersebut. Â Sepeda Ibu Madu menularkan kebahagiaan ke beberapa anak lainnya. Â Seiring waktu, mulai beberapa anak minta izin boleh bersepeda ke sekolah. Â Lucunya, mereka minta izin ke Ibu Madu, bukan ke orang tuanya. Â Hahahah...
Sebagai guru, guru sederhana ini mendukung dengan catatan harus seizin orang tua, dan rumahnya tidak boleh terlalu jauh dari sekolah. Â Selain itu juga mengingatkan untuk memastikan sepedanya nanti terparkir dan terkunci aman di parkiran sekolah. Â Maka jadilah sepeda menjadi trend di sekolah kami ketika itu.
Dua tahun sudah, aku dan kedua anakku meninggalkan sekolah tersebut. Â Melalui status WA masih sering aku melihat Ibu Madu berjalan dengan sepedanya. Â Heheh...kali ini lebih kekinian, sedikit mengikuti aturan bersepeda.
Gowes terus ibu, dan hati-hati. Â Salam hormat, dan salut untuk Ibu Madu yang setia mengayuh sepeda, dan setia menemui anak-anak didiknya.
Jakarta, 21 Maret 2021