Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Nama dan Kenangan

10 Maret 2021   01:06 Diperbarui: 10 Maret 2021   01:09 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://karyapemuda.com/

"Iya, mama ... (sambil menyebutkan nama putriku), terima kasih infonya.  Maaf tidak bisa langsung jawab karena saya sedang sakit." Begitu katanya yang aku tidak pernah membayangkan 3 minggu kemudian sosoknya berpulang karena Covid.  Beribu penyesalan membuatku sesak.  Kenapa aku tidak ngotot mencari tahu sakit apa.  Kenapa aku hanya puas dengan jawaban, "Sakit biasa, doakan cepat sembuh saja yah, saya pasti sembuh."

Sama seperti pagi tadi, ketika kembali kabar duka itu datang menghampiri.

Cerita tentang seorang ibu yang tidak pernah aku kenal sebelumnya kecuali nama. Itu pun hanya nama tanpa cerita sama sekali.  Tetapi menjadi berbeda karena aku pernah satu kali bercakap via telepon dengannya sekitar 6 bulan lalu.

Kebetulan aku juga korlas di kelas si bungsu yang berbeda sekolah dari kakaknya.  Kembali, korlas membuat aku sesekali harus berkomunikasi dengan orang tua warga di kelas kami.  Di satu kondisi mengharuskanku menghubungi ibu ini lewat anaknya. 

"Wah...jadi merepotkan ini mamanya ....(menyebutkan nama putraku).  Iya, hape saya jadul.  Hanya bisa untuk ngomong doang..  Tidak apa-apa yang penting hape anak bisa WA an.  

Nggak apa-apa saya tidak di group orang tua, yang penting anak saya bisa ikut group anak.  Anak saya bisa belajar, bisa pintar.  Saya sih cari duit aja, bu."

Percakapan polos itu untukku begitu menyentuh. Cara bicaranya yang apa adanya mengandung mimpi untuk anaknya.  Lalu kami tertawa bersama, caraku sebenarnya menutupi haru.

"Ada apa-apa, bilang ke anak saya aja bu.  Saya mah bukan siapa-siapa, tidak ngerti.  Makanya anak disekolahin.  Biar nggak susah kayak orang tuanya."  Begitu pesannya tulus yang aku ingat menutup pembicaraan.

Diary, suara dan mimpi ibu ini kembali terngiang di pikiranku.  Begitu jelas suaranya yang menaruh mimpi untuk putri yang dicintainya.  Kini semua berakhir ketika Tuhan memanggilnya pulang.

Pandemi telah menghancurkan begitu banyak mimpi, dan begitu banyak cinta.

Kemarin dua sahabatku bertanya, kapan pandemi berakhir.  Tidak ada jawaban yang pasti.  Tetapi kehilangan mengajarkanku untuk menghargai setiap detik yang kita miliki.  Menghentikan gerutu dan kecewa.  Menggantinya dengan cinta, maaf dan bersyukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun