Ehhhmmm...apa lagi nih, hari gini masih saja negeri ini meributkan rasis? Â Tetapi, yah begitu deh segalanya bisa dan mungkin terjadi. Â Faktanya, komunikasi baik berbentuk gambar, lisan dan tulisan bisa diterjemahkan macam-macam, dan itu pun tergantung hati.
Seperti yang sedang ramai saat ini Ambroncius Nababan Ketua Umum Relawan Pro Jokowi-Amin (Projamin) menjadi tersangka perbuatan rasial kepada mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai. Â Nggak main-main penyidik siber Bareskrim Polri sudah menjemput Ambroncius untuk proses lebih lanjut.
Kocak, semua bermula dari persoalan vaksin Covid. Â Ambroncius kesal kepada salah satu kritikkan Pigai terkait program vaksin Sinovac. Â Sayangnya, cara Ambroncius merespons dengan menyandingkan foto Pigai dengan gorilla, lalu menambahkan ilustrasi seolah sedang bercakap, 'Kaka vaksin kita bukan sinovac'pfizer. Vaksin kita vaksin rabies'.
Menurut Ambroncius tindakannya adalah satire. Â Jika mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) satire adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kesusastraan untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang; 2 sindiran atau ejekan.
Kenyataannya, persoalan menjadi meluas. Â Terdapat kemudian beberapa nama lain yang juga dianggap Pigai melalukan penghinaan terhadap dirinya, yang menurutnya juga merupakan serangan rasialisme. Â Walaupun Pigai mengaku dirinya sangat menghormati kebebasan ekspresi dalam berdemokrasi.
Mencari benar dan salah akan ngebulet kusutnya. Â Reaksi Ambroncius "mungkin" kebablasan karena tidak dapat menahan kekesalannya. Â Menurutnya, kebebasan setiap warga negara menolak vaksin. Â Tidak seharusnya kritik Pigai diumbar yang akan menimbulkan provaksi. Â Ambroncius mengklaim dirinya mitra pemerintah, dan itu sebabnya merasa terbeban mendukung program pemerintah.
Tetapi maaf untuk Ambroncius, rasanya sangatlah tidak pantas cara berkomunikasi dengan menyandingkan orang dengan (maaf) binatang. Â Bukankah jauh lebih baik jika kritikan Pigai dibalas dengan berbahasa yang pantas. Â Sebagai kalangan yang memiliki wawasan luas, berkomunikasilah dengan bijak dan bertanggungjawab.
Akibatnya, efek dari satire Ambroncius ternyata jadi melebar tidak karuan, yang ujungnya menjadi rasis. Â Bahkan kabarnya Pigai melampirkan atau mentag nama Menhan AS Lloyd Austin dalam cuitan Twitternya pada Minggu, 24 Januari 2021 lalu.
"I am proud of you, mr @LloydAustin black African American most powerful gentlement in the world. We have been on fire againt Indonesian Colective (state) Racism to black African Melanesian (Papuan) more then 50 years. Torture, killing & slow motion genocide. We need attention," demikian Natalius. Â Dikutip dari: cnnindonesia.com
Kembali terlepas dari kondisi yang ada saat ini, proses hukum sudah berjalan. Â Ini akan menjadi pelajaran berharga untuk kita semua. Â Pertama, Indonesia negeri kita yang elok ini majemuk dalam segalanya. Â Tidak mudah untuk berada berdampingag dalam kemajemukan. Â Akan selalu ada celah untuk Rasis mengambil kesempatan. Â Tetapi, tidak mudah bukan berarti tidak bisa. Â Di keberagaman inilah kita harus memiliki kedewasaan bertoleransi dan saling menjaga dalam segalanya. Â Kenapa begitu, karena kita adalah satu, Indonesia.
Kedua, tidak semua yang ingin disampaikan bisa diterima dengan baik. Â Bahkan maksud baik saja bisa diasumsikan berbeda. Â Kembali lagi, berhati-hati dalam berkomunikasi ataupun bermedia. Â Jangan memberi celah atau peluang terjadinya perbedaan berujung kehancuran.