Sore itu aku duduk di lantai sambil memandangi "Whitty tua" yang berjalan dengan matanya yang telah buta sejak usianya menua. Â Lalu, dengan hidungnya dia mencoba mencariku yang memang terus duduk di lantai memandanginya. Â Sengaja aku mendekati diri supaya Whitty tidak nabrak-nabrak sofa.
Ketika didapatinya diriku, Whitty merebahkan badannya pas di pangkuanku. Â Aku nggak berpikir apapun kecuali sedih dan kasihan. Â Nggak terasa 14 tahun sudah aku merawatnya. Â Aku cuma berharap Whitty sembuh, meski buta juga tidak apa-apa.Â
Di kepalaku ini seperti filem mendadak semua hariku bersama Whitty diputar ulang. Â Ingat saat memberikannya susu lewat pipet, bersama adek mengajarinya tertib membuang kotoran. Â
Lalu, ngototnya aku membawanya ikut pindah dari Kalimantan ke Jakarta. Â Aku ingat hari-hari Whitty menemaniku belajar dan mendengarkan ocehanku soal guru, dan hari dimana aku pamit ke negeri orang tapi kembali lagi. Â Semuanya itu kembali dalam ingatanku! Â Hari-hariku bersama Whitty.
Saat aku mengusap bulu-bulunya yang putih cerah itu dengan sedih, Whitty menolehkan wajahnya melihatku. Â Nggak kepikiran apapun saat itu. Â
Nggak tahu kenapa juga Whitty begitu, dan apakah Whitty melihatku atau tidak, karena setahuku dia sudah buta. Â Tetapi itulah mata terakhirnya untukku, karena kemudian Whitty berlahan menutup matanya.Â
Whitty menutup matanya dipangkuanku. Â Aku adalah orang terakhir yang dipilihnya untuk diingatnya.
Aku nangis sekencang-kencangnya, sambil memeluk badan berbulu putih itu. Â Seekor anjing Maltese yang telah menjadi sahabatku selama 14 tahun. Â "Pak..pak...Whittynya pergi pak," kataku menjerit hancur sambil menggendong Whitty.
Sulit memahami kenapa aku sangat kehilangan. Â Tetapi, seekor anjing bernama Whitty telah mengajariku arti persahabatan. Â Merawatnya dari bayi, dan kehilangannya dipangkuanku adalah cerita indah.
Beberapa tahun kemudian, aku mendapatkan beberapa hewan peliharaan lainnya. Â Aku pernah mendapatkan Tako seekor anjing vegetarian yang hobinya ngerujak bareng aku. Â Heheh.... Kocak, aku juga pernah memelihara seekor anak ayam yang nyasar di pekarangan rumahku. Bayangkan, anak ayam berwarna kuning itu jadi temanku, ngebuntuti kemanapun aku pergi. Â Bahkan setia loh menungguku pulang kerja.Â
Jangan bilang aku orang aneh, tetapi inilah cerita persahabatanku dengan hewan. Â Sekali lagi, bukan karena aku sulit bergaul. Â Tetapi, menurutku hewan itu setia dan tulus. Â