Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Tjipta dan Ibu Rose, Jauh di Mata Tapi Dekat di Hati Aku

4 Januari 2021   23:57 Diperbarui: 5 Januari 2021   00:39 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompasiana.com/

Saya sebenarnya belum lama bergabung di Kompasiana, tepatnya baru pada 31 Mei 2020.  Memulai menulisnya juga tidak sengaja.  Tetapi, yah kok jadi jatuh cinta dan ketagihan khususnya membuat puisi.  Rasanya saya ingin belajar lebih baik, dan lebih baik lagi supaya puisinya hidup dan bermakna.

Tetapi, ini bukan soal puisi saya.  Ini soal sosok Pak Tjipta yang mampir di kolom komentar.  Pertama kali mendapat kunjungan komentar dari Pak Tjip, nggak tahu bahwa ternyata ini sosok senior.  Lebih nggak tahu lagi kok ada sosok Ibu Roselina Tjiptadinata?  Hahah...kebetulan Ibu Rose juga pernah mampir di kolom komentar di artikel berbeda.  Ehhhmmm....kok sama-sama Tjiptadinata sih, pikir saya.  Heheheh.... .Maka naluri penasaran saya kumat, dan mencoba mencari tahu kedua sosok yang menginspirasi ini.

Luarbiasa, rupanya keduanya wajib untuk menjadi panutan saya!  Sebuah kehormatan bisa mengenalnya meski lewat kolom komentar.  Betapa dari artikel beliau, saya melihat kerendahan hati, kegigihan, dan tulisan bermakna yang juga mengajarkan pluralisme.

Keduanya sangatlah menginspirasi, karena setelah saya membaca artikel Pak Tjip dan Ibu Rose (panggilan hormat saya kepada beliau) saya mendapatkan banyak pelajaran.  Bahkan, artikel Pak Tjip dan Ibu Rose membawa saya larut dalam cerita sosok panutan ini tanpa merasa digurui, tetapi ada pelajaran yang bisa dipetik.

Mengenal keduanya mempunyai kesan tersendiri untuk saya, karena umur keduanya kurang lebih sama dengan kedua orang tua saya.  Keharmonisan, kemesraan, dan romantisnya Pak Tjipta, serupa dengan bapak saya yang sudah berpulang.  Itu sebabnya, nasehat dan masukan dari Pak Tjipta di kolom komentar berarti banget.  Berasa, seperti bapak sendiri yang menasehati saya.  Terima kasih, pak Tjip.

Pada salah satu artikel Pak Tjip pernah mengatakan untuk konsisten menulis, dan buatlah waktu untuk menulis.  Jangan hilang timbul, begitu kata Pak Tjip.  Heheh...ini menginspirasi banget loh pak.  Itu sebabnya, meski kebanyakan saya baru bisa menulis tengah malam, tetapi saya sangat berusaha untuk konsisten menulis.  Percaya tidak percaya, saya selalu berharap Pak Tjip dan Ibu Rose mampir di kolom komentar.

Untuk saya pribadi bukan hanya motivasi yang diberikan oleh sosok senior ini.   Tetapi, juga sentilan humor Pak Tjip baik di artikel maupun kolom komentar yang membuat saya ikutan senyam-senyum.  Bayangkan membaca artikel dan komentarnya saja bisa membuat senyam senyum, apalagi jika bertemu Pak Tjip beserta ibu, bisa jadi saya ngakak.  Yakin banget keduanya humoris.

Oiya, jadi ingat, sewaktu Pak Tjip menulis tentang kami Kompasianer yang mendadak demam horor, karena memang pilihan tulisan mengenai horor.  Pak Tjip, ikutan "nakut-nakutin" ada hantu.  Hahah... Lalu pada satu kesempatan berbeda, secara becanda Pak Tjip di kolom komentar pernah mengatakan betapa hokinya saya bisa berlibur dan makan all you can eat karena diajak adek berlibur ke Bogor.  Asli, saya mesem-mesem pak ketika membaca komentarnya.  Mirip banget usilnya dengan bapak saya.

Heheh...saya bisa membayangkan bagaimana Ibu Rose suka dibecandain Pak Tjipta.  Nggak heran di setiap artikel ibu terasa sekali kebahagiaannya, meskipun tulisannya berisi perjalanan hidup.  Tetapi, tetap terasa penuh sukacita.  Buktinya, foto-foto kebersamaan ibu bersama bapak, dan anak-anak selalu terlihat senyum tulus.

Sebuah berkat untuk saya bisa mengenal sosok Pak Tjipta dan Ibu Rose.  Tidak sekedar termotivasi menulis.  Tetapi, saya juga belajar bersyukur, belajar menjadi ibu serta istri yang baik untuk keluarga kecil saya, dan tetap belajar menjadi anak yang baik untuk mama saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun