Sejak sore itu Arpen semakin jarang datang. Â Bukan tidak pernah, tetapi jarang. Â Hanya teleponnya yang kerap masuk menanyakan kabar Sissy. Sesekali juga Arpen mengajak Sissy nonton, berusaha biasa tetapi rasa itu tidak bisa berbohong. Â Matanya, dan sikapnya kepada Sissy sangat berbeda. Â Sissy bisa merasakan ada ketulusan cinta dan sayang disana.
Waktu terus berjalan, dan meski Dwi sudah kembali ke Jambi tetapi suratnya rajin datang. Â Di setiap liburanpun Dwi sempatkan datang menemui Sissy. Â Tidak pernah ada kata apapun keluar darinya.
Sissy bersyukur, karena khawatir apa yang harus dijawabnya nanti. Â Sayang, nyatanya saat itu tiba juga.
"Sy, kamu tahu kenapa Arpen menjauh?" tanya Dwi yang kebetulan sedang kembali masuk pelatnas dan sempatkan diri menemui Sissy.
"Dia menjauh karena mengalah Sy. Â Dia suka kamu, dia bilang itu ke aku. Â Tapi Sy, kami bersahabat sejak kecil. Â Bukan hanya di SD, tetapi rumah kamipun sejak kecil bertetangga. Â Tidak ada rahasia, dan tidak ada kebohongan diantara sahabat.
Jadi aku nggak bisa bohong dengannya, dan aku bilang kalau aku juga punya rasa yang sama. Â Arpen memilih pergi supaya kita bisa sama-sama Sy," dengan sabar diucapkannya itu pada Sissy, yang sebenarnya sudah bingung harus bagaimana. Â Sissy sadar, dirinya pun mempunyai rasa. Â Tetapi rasa untuk siapa, itu persoalannya!
Bahkan dirinya pun tidak tahu, apakah rasa ini cinta, atau hanya keegoisan saja tidak mau kehilangan keduanya? Â Sissy benar-benar tidak tahu harus bagaimana kecuali diam membisu, hingga Dwi kembali mengagetkannya.
"Sy, jangan diam. Â Kita sudah bukan anak-anak Sissy. Â Kita sekarang sudah dewasa, dan kamu mengenal kita sejak kecil. Â Rasa ini bukan dosa, jadi kamu nggak usah takut mengatakannya. Â Aku tahu, kamu memiliki rasa itu juga, ngomong Sy," desak Dwi dengan kesabarannya.
"Dengar aku Sy, aku tahu kamu berusah membunuh rasa itu. Â Aku juga sama, apalagi Arpen itu sahabatku, jauh dari sebelum aku kenal kamu. Â Kamu nggak perlu merasa bersalah karena persahabatan yang kita miliki. Â Benar kata orang, sulit persahabatan antara cewek dan cowok, karena cinta bisa tumbuh ujungnya. Â Tapi, tidak ada yang salah kalau rasa itu tumbuh Sissy," terus Dwi meyakinkan Sissy.
"Ok Sissy, anggap saja aku atau Arpen yang salah, karena kami tidak bisa menjaga persahabatan kita. Â Tetapi Sissy, berusaha aku menghindar dan tetap nggak bisa. Â Ini bukan sekedar suka bagiku Sissy. Â Maaf, maaf Sy, maafkan aku mencintaimu Sissy, " terbata Dwi mengatakan itu kepada Sissy yang sedari tadi hanya mematung.
Sore itu memang tidak seperti sore-sore yang lalu. Â Cinta ternyata menjadi meyakitkan bagi ketiganya. Â Mereka tetap berjalan bersama, dan mencoba menjaga rasa. Â Terlebih Arpen yang sangat menjaga perasaan Dwi sahabatnya entah kenapa.