Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Maaf, Aku Mencintaimu

27 September 2020   02:12 Diperbarui: 27 September 2020   02:26 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://republika.co.id/

Maka persahabatan itu kembali terjalin.  Kadang Dwi dan Arpen datang berdua, dan mereka berjalan bersama Sissy.  Tetapi lain waktu hanya Dwi atau Arpen saja yang datang.  Semua terlihat normal dan biasa saja.

Demikian juga ketika Dwi harus kembali ke Jambi usai bertanding, maka Arpen yang ternyata tinggal di Jakarta terus lanjut jalan bareng Sissy. Sedang Dwi hanya surat atau teleponnya yang datang, kecuali kalau liburan pastilah dirinya hadir.

Sadar mereka bukan bocah SD seperti dulu lagi.  Jujur banget, Sissy merasa ada rasa yang berbeda jika bersama Dwi.  Tetapi, ada keegoisan tidak mau kehilangan Arpen.  Mencoba keras untuk menghilangkan rasa itu, bahwa mereka adalah sahabat.

Ternyata rasa itu tidak hanya milik Sissy, dan sore itu menjadi saksinya.  "Sy, Dwi suka sama kamu.  Dia bilang ke aku," suara Arpen pelan ketika kami sama duduk di pekarangan depan rumahku.

"Ngawur kamu Pen!  Kita itu teman, yah sudah pasti harus saling sukalah, karena kita ini cocok," penjelasan Sissy yang sebenarnya mengalihkan pembicaraan.

Tidak ada suara Arpen sejenak, tetapi kalimat berikutnya lebih membingungkan Sissy.

"Sy, jangan pura-pura begitu.  Aku nggak mau kamu sakiti Dwi, biar aku yang ngalah," begitu katanya kemudian.

"Ngalah, ngalah apa?"

Lalu lanjut Arpen menjelaskan, "Aku ngalah demi Dwi, dia sahabatku dari kecil.  Nggak mau aku lihat dia kecewa.  Tapi, aku juga nggak mau bohong sama kamu Sy, aku juga punya rasa itu.  Memangnya kamu pikir kenapa aku suka ke rumahmu.  Kenapa aku nggak mau kamu sedih, dan kenapa aku senang mengganggumu.  Itu karena aku mau kamu ketawa, kamu gembira.  Itu karena aku suka kamu, Sissy!"  suara bergetar Arpen.

"Kamu tahu Sy, setiap kamu dekat Dwi, aku hancur!  Aku cemburu, tapi aku lihat kamu bahagia.  Aku nggak tahu, apakah kamu tahu kalau aku suka atau tidak, tapi aku yakin kamu tahu itu juga khan?" dan kali ini Arpen terlihat emosi

Sissy hanya diam.  Menyesali kenapa semua rasa ini harus ada.  Kenapa Dwi, Arpen dan dirinya tidak bisa berteman seperti kanak-kanak dulu. Kenapa rasa itu tidak bisa tumbuh sebagai saudara saja, kenapa harus cinta yang tumbuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun