Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dilema Ngutangin dan Kemanusiaan, Ditinggal Teman

8 Agustus 2020   01:12 Diperbarui: 8 Agustus 2020   01:21 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: lifepal.co.id

Cerita lama, tapi belajar banyak dari pengalaman ini.  Bermulanya sih dari kebiasaan emak-emak di sekolah yang berusaha kreatif bikin arisan dengan maksud menabung.  Ikutan sepakat dengan 20 orang emak lainnya ikutan arisan bulan.  

Mereka bilang langsung 2 setiap ngocok.  Hehe....cius penulis sendiri belum pernah ikutan arisan, dan tidak paham apa persisnya arisan.  Kepikirannya, anggap saja nabung, dan kalau dapat lumayan bisa ajak anak-anak makan enak.  Lagipula sesama teman pasti seru, begitu pikir penulis.

Seingat penulis ketika itu sebulannya Rp 100 ribu, dan dikocok 2 bulan sekali, artinya nanti total nilai arisan 20 x Rp 200 ribu = Rp 4,000,000. Nah inilah yang langsung kocok 2, dan berarti Rp 2,000,000 masing-masing jika dapat.  Ehhmm....lumayan khan.

Semangat dong penulis, meski setelah 2 bulan nampaknya peruntungan belum memihak.  Bahkan sampai di arisan ketiga pun belum hoki. Nggak apalah, khan nanti juga dapat, pikir penulis.

Benar saja, ketika pulang liburan Natal teman yang pegang arisan menelpon.  "Say, kemarin situ nggak datang sih, padahal arisannya dapat loh," begitu suara telpon di seberang.

"Waduh, terus gimana dong.  Aku abis liburan Natal bawa bocah nih," sahut penulis yang buta soal arisan.

"Nggak apa-apa, aku sudah ambil arisan kamu.  Sudah aku wakili, dan teman-teman juga setuju.  Khan kita sama kita ini.  Tapi begini, berhubung anakku lagi sakit, jadi arisanmu Rp 2,000,000 itu aku pakai dulu yah buat ngobatin anak.  Anakku kena DBD say.  Sing penting kamu sudah dapat arisan," cuek temanku itu menjelaskan.

Wkwkwk...dubrakk...banget itu bagiku. Lha, darimana jalan ceritanya main ambil uang orang saja, itu khan uang arisanku.  Terus, karena anaknya sakit, lalu uang teman diembat?"

Hambar, sehambar-hambarnya penulis mendengar penjelasan teman yang berasa malaikat penolong, tetapi rangkap jabatan jadi maling sebenarnya.

Dengan rada kesal penulis menjawab ketika itu, "Maaf, bagaimana caranya situ main ambil saja?  Kenapa tidak tanya aku dulu, minjam secara baik-baik?" tanya penulis.

Percayalah jawabannya ketika itu lebih ngegilai, "Begini, pertama kamu sedang berlibur, dan aku nggak mau merusak liburanmu.  Lagipula, aku pikir nggak ngaruhlah karena aku minjem untuk berobat anak.  Kamu khan dekat dengan anakku."

Singkat cerita ketika itu penulis tidak mau berdebat, karena toh uangnya sudah tidak ada.  Apalagi dengan liciknya kawan penulis ini membawa-bawa anaknya yang memang benar dirawat karena DBD, dan kebetulan juga teman anak penulis.  Doski tahu banget kalau penulis nggak tegaan.

Tidak tahu persisnya bagaimana, apakah uang arisannya dikembalikan dicicil, sudah lunas atau belum, karena sejak itu persahabatan penulis jadi renggang.  Ribet urusannya kalau mesti nagih atau mengingatkan bayar hutang, padahal itu uang arisan hak penulis.

Benar kata orang, duit itu nggak kenal teman.  Lucunya, yang menjauh itu dia, padahal yang ngutang dia pula.  Makin ngawur, kabar anginnya penulis pelit, dan hitungan banget dengan uang arisan.  Padahal dipakai oleh teman sendiri untuk berobat anaknya, kok yah tega banget katanya.  Wkwkwk...koplak nggak sih?

Buat yang setengah mabok mungkin cocok, tetapi buat yang waras pastinya tertawa guling-guling, karena sebenarnya yang rampok dan dirampok disini siapa.  Ini jadi dilema banget, apa iya kalau kita nggak ngutangin berarti kita jahat, bengis, pelit dan berbagai ungkapan serem lainnya?

Lha...kok penulis jadi curhat lagi, inget luka lama sih.  Kapok!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun