Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita tentang Nastar yang "Kemungkinan" Agnostik

23 Juli 2020   14:26 Diperbarui: 23 Juli 2020   14:22 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kompas.com

Kocak!  Mungkin hanya di Indonesia yang bertuhan kelewat akut hingga seluruh benda, termasuk kue ikutan memiliki agama.  Ironisnya, sangking begitu merasa beriman, hingga akhirnya lupa bertuhan!  Yup, tepatnya justru agamanyalah yang menjadi "Tuhan".  Buktinya, lihat nasib kue klepon jajanan tradisional Indonesia yang mendadak dikatakan tidak Islami.  Hello...apa salahnya klepon sehingga dikatakan tidak Islami?  Lagipula, sejak kapan klepon memiliki agama?  Kasihan klepon si bulat gembul dengan kejutan gula merah yang manis itu.  Hiks..hiks..

Ini sama dengan cerita hewan onta yang diyakini "beragama" Islam, dan babi "beragama" Kristen.  Perdebatan kocak nggak jelas juntrungannya karena percayalah kedua hewan tersebut tidak peduli apa agama mereka!  Lha, karena memang hewan tidak memiliki agama, manusialah yang memiliki agama! Agama inilah yang menuntun umatNya untuk juga memiliki akal dan budi.  Artinya, selain mampu saling mengasihi antar sesama, dan juga memiliki akal! Gunakan akal atau hikmah untuk menentukan langkah, juga membedakan antara waras dan tidak waras.

Klepon hanyalah satu diantara jajanan tradisionil yang apes dikatakan tidak Islami.  Jangan lupa masih ada rombongan kue lainnya yang otw bisa bernasib sama, atau bisa jadi masuk dalam kategori kafir.  Mari kita gokil sekalian mentertawakan kegilaan yang parah ini.

Kita sebut saja nama kue pepek, kue cucur, kue pacar cina dan pisang molen.  Maaf, terkecuali pacar cina yang jelas-jelas menyebutkan kata china apakah ini tidak berbahaya karena negeri ini begitu alergi terhadap aseng?  Wkwk... Lalu mari kita berhalusinasi mengembangkan daya khayal kita terhadap kue pepek, kue cucur dan molen.  Istilah pepek, bukan tidak mungkin diplesetkan negatif.  Demikian juga dengan kue cucur dan molen bisa menjadi negatif dalam imajinasi kita, tergantung seberapa kotornya otak ini.

Tetapi tidak demikian dengan nastar yang bisa jadi agnostic.  Maksudnya apa?

Agnostic adalah adalah pandangan bahwa alasan yang dimiliki manusia tidak mampu memberikan dasar rasional yang cukup untuk membenarkan keyakinan bahwa Tuhan itu ada atau keyakinan bahwa Tuhan itu tidak ada.   Sederhananya, percaya Tuhan, tetapi tidak mempercayai aliran agama manapun.  Tetapi, ini bukan atheis.  Perbedaannya, atheis jelas tidak percaya Tuhan, dan artinya juga tidak percaya agama.

Salahkah menjadi agnostic atau atheis?  Tidak juga, karena hidup adalah sebuah pilihan, sama seperti ketika kita memilih untuk percaya kepada Tuhan lewat agama yang kita anut.  Tetapi, faktanya belakangan ini justru banyak orang menjadi mabok agama.  Lupa pada inti kenapa kita beragama.

Inilah yang membuat penulis teringat kue nastar.  Kue mungil berisi selai nenas ini selalu hadir dalam setiap hari besar keagamaan.  Tidak peduli Natal, Idul Fitri dan bahkan Imlek pun tidak pernah absent hadir di meja setiap keluarga.  Lucunya, kita pun selalu merasa kurang lengkap jika nastar tidak menemani perayaan keagamaan kita.

Heheh....lalu apakah perlu suatu waktu nanti kita baku hantam mempersoalkan keyakinan nastar?  Waduh, jika hanya sebegitu pemahaman kita mengenai agama artinya kita belum menjalin hubungan yang dekat dengan Dia sang khalik.  Tidak mengerti dan paham apa yang diajarkanNya.

Apakah nastar dikategorikan agnostic hanyalah perumpamaan.  Tetapi yang pasti memiliki agama bukan sebuah jaminan kita masuk surga.  Hubungan horizontal kepada Tuhan, vertikal kepada sesamalah yang menjadi barometer penentu akhirnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun