Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Negeri Milik Siapa?

11 Juli 2020   01:46 Diperbarui: 11 Juli 2020   01:45 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: finansialku.com

Dua tahun berturut-turut pertanyaan dan kegalauan yang sama datang dari sahabat-sahabat penulis etnis Tionghoa.  Heheh...lucu yah, tetap mereka menamai diri etnis Tionghoa.  

Padahal mereka lahir di Indonesia, bahkan nenek dari neneknya pun sudah lahir di bumi pertiwi Indonesia ini.  Tetapi, entah kenapa label itu terus melekat ogah lepas, atau dilepaskan.

Pertanyaan ritual mereka, "Di negeri boleh tidak untuk kami orang China.  Ada nggak yang benar-benar matanya sipit, dan kulitnya putih seperti kami ini?  

Terus, nanti ada pelajaran agama Budha tidak di negeri?  Di bully nggak yah kira-kira nanti?"  Sedih mendengar pertanyaan ini yang datang beruntun dua tahun berturut-turut.  Persisnya, tahun lalu, dan tahun ini ketika penulis mendaftarkan kedua buah hati ke SMA Negeri lewat PPDB.

Sebenarnya mendengar pertanyaan ini, ada "ketakutan" dari sahabat-sahabat penulis.  Sekaligus terselip kerinduan mereka untuk menyekolahkan anaknya di negeri. 

Hanya saja disaat bersamaan ada benteng tinggi yang mereka bangun karena trauma, dan bisa jadi karena masih adanya sikap kita menyudutkan mereka yang kebetulan keturunan Tionghoa.  Inilah yang menjadi cikal bakal perbedaan itu terus bercucu, dan bercicit hingga kini. 

Padahal jelas sekolah negeri adalah milik pemerintah, yang dibiayai dari pajak rakyat.  Artinya, siapapun boleh dan bisa bersekolah di sekolah negeri selagi memenuhi syarat penerimaan.  

Tetapi, fakta yang terjadi kini adalah kesan sekolah negeri hanya milik orang Indonesia dalam artian berkulit sawo matang, bermata belok, dan hanya untuk muslim pula?

Apakah penilaian ini salah?  Mungkin tidak sepenuhnya salah, karena memang itulah potret sekolah negeri sekarang.  Sebagai contoh, seragam nuansa muslim yang dikenakan setiap Jumat lengkap dengan jilbab bagi pelajar putri secara tidak langsung telah memberikan identitas agama, memisahkan antara muslim dan non-muslim.  

Demikian juga (maaf) adanya bangunan fisik Musholla di setiap sekolah negeri seolah mencirikan sekolah negeri adalah milik agama tertentu.

Padahal, kondisi di dalam tetap untuk pemeluk agama lain diberikan kebebasan tidak mengenakan seragam nuansa muslim setiap Jumat misalnya.  

Pun, tetap diadakan pelajaran agama untuk pelajar non-Muslim.  Termasuk saat teduh untuk pelajar Kristen, ketika pelajar Muslim membaca tadarus yang dilakukan pagi hari mengawali pelajaran setiap harinya.

Apa yang salah dengan pendidikan kita, karena perlahan mengarah ke pasti terlihat jurang perbedaan antara sekolah negeri dan swasta.  Bukan hanya adanya pemisah dari sudut ekonomi, tetapi juga "label" negeri milik pribumi, dan tambah ngelantur melebar ke sekolah untuk agama tertentu.  

Jelas ini kesalahan yang amburadul!  Tidak heran pertanyaan menyedihkan itu kerap datang dari saudara kita etnis Tionghoa karena itulah potret yang mereka tangkap.

Kemana Indonesia yang majemuk dan tidak melihat perbedaan dari sudut apapun.  Bahwa mata, kulit dan keyakinan tidak menjadikan kita berbeda.  Bahwa sekolah adalah tempat Siti, Joseph, Made dan juga Acong untuk belajar.

Inilah pekerjaan rumah yang harus kita jawab, dan buktikan.  Sekolah negeri milik siapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun