Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ngeri-ngeri Sedap Mudik Idul Adha Saat Covid, Perlukah?

10 Juli 2020   00:32 Diperbarui: 10 Juli 2020   00:31 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: tribunnews.com

Budaya mudik memang melekat dalam kehidupan orang Indonesia, terlepas dari apapun keyakinannya.  Sebenarnya ini budaya yang baik, kacang tidak lupa kulitnya.  Artinya semaju apapun perkembangan zaman, dan sejauh kaki ini melangkah tetap rindu orang tua, dan kampung halaman.

Tetapi, sejak Covid maka seperti juga mudik Idul Fitri kemarin, mudik Idul Adha akan jadi pekerjaan rumah tersendiri.  Memang sih, mudik Idul Adha tidak lazim seperti Idul Fitri, tetapi dikarenakan tanggalnya jatuh pada Jumat 31 Juli di akhir pekan, maka bukan tidak mungkin ini akan menggiurkan.

Pemerintah sendiri tidak melakukan pelarangan, hanya mengingatkan saat ini Covid masih "betah" di bumi pertiwi ini.  Itu sebabnya, kita dituntut kedewasaan disini.  Mungkin bisa dikatakan ini termasuk ibadah, karena kerelaan kita lebih mengutamakan kepentingan orang banyak, ketimbang mudik tetapi "mengancam" keselamatan keluarga tercinta di kampung.  Siapa yang bisa menjamin semua akan berjalan baik-baik saja, karena faktanya banyak kejadian orang tanpa gejala (OTG) di sekitar kita.  Istilahnya, ini ngeri-ngeri sedap nggak karuan.

Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat saja pun sudah memutuskan tidak akan menggelar salat Idul Adha kali ini.  Disepakati oleh pemerintah setelah menggelar rapat dengan sejumlah menteri dan lembaga terkait termasuk dengan Dewan Masjid Istiqlal.  Namun, pemotongan, hingga penyaluran hewan kurban tetap akan dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19.  Inilah kerelaan yang bijak, dan patut dijadikan teladan arti berkurban dari sudut pandang berbeda.

aaf, mungkin jika melihat dengan kacamata keakuan maka yang dirasa adalah ketidakadilan.  Bisa jadi juga ada orang iseng yang memoles seakan ini bertentangan dengan ajaran agama.  Tetapi marilah kita melihat dengan akal pikiran dan juga hati.  Tuhan yang bijak itu memang memberikan keduanya agar kita bisa melangkah dengan hikmah, dan bukan semata karena ego lalu kalap.

Kondisi di Jakarta saja belakangan ini mengerikan, per Kamis 9 Juli 2020 tercatat 344 kasus positip.  Lalu, di Semarang, Jawa Tengah tercatat 909 kasus positip, dan Jawa Barat mencatat 962 kasus positip.  Inilah setidaknya gambaran kondisi lonjakan Covid di 3 kota besar di Indonesia.  Gambaran nyata bahwa kita tidak bisa berjudi dengan Covid, dengan mengabaikan angka kasus yang terus melonjak.

Berpikirlah dengan hikmah yang diberikanNya, apakah kita yang bertindak konyol, dengan mempertaruhkan nyawa kita, yang bisa jadi juga nyawa orang-orang terkasih nantinya.  Sudah jelas kondisi saat ini belum cukup aman untuk kita semua.

Benar, berlahan kita mencoba melangkah memasuki fase new normal, artinya hidup berdampingan dengan Covid sementara waktu ini hingga vaksin ditemukan.  Ini dimaksudkan untuk membuat roda ekonomi berputar, sehingga negeri ini tidak terpuruk.  Hanya saja, bukan berarti kita mengabaikan segala aturan protokol kesehatan dan pola hidup sehat.  Tidak heran, sikap cuek dan menggampang inilah yang bukan tidak mungkin menjadi penyebab lonjakan Covid.

Kembali kepada Idul Adha yang sudah di depan mata.  Jauh lebih bijak jika kita berbesar hati tidak mudik, dan memilih menjalankan ibadah cukup dengan orang-orang yang ada di sekitar kita, merekalah saat ini yang menjadi keluarga kita.  Bukan karena kita tidak sayang keluarga di kampung, tetapi justru ketidak pulangan kita karena kita menyayangi mereka.

Memerangi Covid bukan semata peperangan pemerintah, tetapi juga menjadi tanggungjawab kita semua warga negara Indonesia.  Belajarlah untuk menempatkan skala prioritas mana yang penting dan kurang penting.  Satu pelajaran berharga dari pandemi Covid, adalah kita diajarkan untuk peduli.  Peduli terhadap diri sendiri, peduli kepada lingkungan, dan bahkan peduli kepada bangsa ini.  Ingat, kecerobohan kita akan menjadi ancaman maut untuk orang lain.  Ngeri, tetapi itulah fakta yang ada!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun