Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan petani tergantung pada tingkat pendapatan petani dan keuntungan yang didapat dari pemasaran sektor pertanian. Jagung merupakan salah satu komoditas subsektor tanaman pangan pada sektor pertanian yang memiliki peranan sangat penting dalam perekonomian nasional setelah beras.
Jagung berperan penting dalam menyediakan bahan pangan serta sebagai pemasok bahan baku industry sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Dalam perekonomian nasional, sumbangan jagung terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis ekonomi.
 Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional mecapai Rp 9,4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat menjdi Rp 18,2 trilyun. Salah satu provinsi yang memproduksi jagung dalam jumlah yang besar ialah provinsi Nusa Tenggara Barat.
Hasil produksi jagung yang melimpah, membuat Provinsi Nusa Tenggara Barat mendapat julukan sebagai provinsi emas yaitu daerah yang sangat strategis untuk pengembangan komoditas jagung.Â
Selain dikenal sebagai lumbung pangan nasional karena hasil produksi padi yang melimpah, kini Nusa Tenggara Barat juga mulai dikenal sebagai daerah lumbung jagung, karena pertumbuhan produksi jagung di Nusa Tenggara Barat terus meningkat tajam.
Di Nusa Tenggara Barat, jagung merupakan komoditas unggulan sehingga perkembangannya terdapat pada semua kabupaten, namun yang sangat luas perkembangannya, adalah kabupaten Bima. Hampir sepanjang tahun tanaman jagung diusahakan tumbuh dengan baik pada lahan kering maupun lahan sawah.Â
Potensi lahan untuk tanaman pangan dan hortikultura mencapai 142.294 Ha terdiri atas lahan sawah dengan luas mencapai 46.750 ha dan lahan bukan sawah dengan luas mencapai 95.544 ha, dengan komoditas potensial yang dapat dikembangkan antara lain Padi, jagung, kacang tanah, kedelai, ubi jalar, bawang merah, srikaya (garoso), mangga, pisang, pepaya, sawo, dan Nangka.
Permintaan jagung untuk memenuhi kebutuhan makanan dan industri pakan
yang terus meningkat, sehingga akan berpengaruh pada perkembangan harga jagung di pasar.
Efisiensi system pemasaran dapat dikaji melalui efisiensi teknis (operasional) dan efisiensi harga. Efisiensi teknis (operasional) dilakukan dengan mengukur biaya pemasaran, marjin pemasaran, dan farmer share. Efisiensi harga dilakukan dengan melihat integrasi pasar pada suatu Lembaga pemasaran terhadap lembaga pemasaran lainnya.
Harga yang responsif bagi pelaku pasar akan terealisasi jika system pemasarannya efisien. Penentuan dan pembentukan harga jagung yang merupakan perilaku pasar akan dipengaruhi oleh struktur pasar yang terbentuk. Perubahan harga tersebut pada akhirnya akan menentukan kinerja pasar jagung di provinsi Nusa Tenggara Barat.Â
Harga jagung pada tahun 2010 pada tingkat petani sebesar Rp 900 – Rp 1.500 per kilogram pipil kering, sedangkan di tingkat pengecer sebesar Rp 2.000 – Rp 2.500 per kilogram pipil kering (Diperta NTB, 2011).