Seorang gadis mungil tengah menangis meneteskan bulir-bulir air dari ujung pelupuk matanya. Yang tengah dirasakannya kini hanya kesedihan karena ia ditinggal orang yang disayanginya. Potongan demi potongan memori bersamanya mulai muncul di kepalanya. Saat-saat di mana ia bahagia dan sedih bersama dengan neneknya.
Namun, sayang. Kini neneknya telah berpulang ke Rahmatullah. Seorang nenek yang sangat ia sayangi, nenek yang peduli dengannya, dikala orang tuanya tidak ada.
Sejak umur 2 tahun, gadis itu telah tinggal bersama dengan neneknya di perkampungan. Keadaan ibunya yang sakit-sakitan menyebabkan ia harus di asuh oleh neneknya dan harus jauh dari kedua orang tuanya.
Rahmadany, itulah nama sosok gadis tersebut. Lahir di bulan Ramadhan, itulah mengapa namanya Rahmadany. Sosok gadis yang ceria dan ramah, serta peduli terhadap orang lain. Kini, usianya sudah 6 tahun, dan telah masuk SD kelas 2.
"Rahma, sudah jangan menangis, nak! " suara parau dari seorang wanita yang merupakan tante dan anak dari nenek berusaha menenangkan tangisanku. Walaupun, sebenarnya dia juga tidak bisa menahan tangisannya.
Dulu, aku mengira aku akan terus tertawa. Dalam kamus kehidupanku tidak ada kata menangis. Itulah tekadku dulu, hingga aku jatuh sampai lututku berdarah sekalipun aku tak akan menangis. Cukup rasa kesepian tidak ada orang tua yang menemani membuatku untuk bertekad seperti itu.
Hingga, pada akhirnya, dia pun meninggalkanku. Nenek yang kusayangi dan selalu ada ketika aku butuh, telah meninggalkanku untuk selama-lamanya.
Disitulah, air mata yang selalu aku bendung dan menahannya dengan senyuman tak dapat di tahan lagi. Lengkap sudah kesedihanku.
Di tengah suasana yang begitu diselimuti oleh duka, tiba-tiba seorang lelaki datang bersama dengan sosok perempuan cantik. Ia lalu duduk disamping jenazah nenek yang sudah terbujur kaku.
Ia nampak sedih, dan aku tau persis siapa dia. Dialah Ayahku. Namun, sosok perempuan yang bersamanya aku tidak tau persis, apakah dia ibuku atau bukan.