Mohon tunggu...
Dessy Yasmita
Dessy Yasmita Mohon Tunggu... Desainer - valar morghulis

If you want to be a good author, study Game of Thrones.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Di Bukit Ada Kunang-kunang Terbakar

25 Juli 2020   11:34 Diperbarui: 27 Juli 2020   16:21 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Artie_Navarre dari Pixabay (pixabay.com/Artie_Navarre)

Pertama, dia sudah mencari di rumah beberapa teman anaknya. Sekarang dia menuju kafe yang sering jadi tempat anak muda ngumpul. Setelah lima belas menit dia tiba, tetapi anak perempuannya tak ada di sana. Hanya saja, satu jam yang lalu dia dan pacarnya di situ.

Handphone-nya tidak diaktifkan. Menghubungi polisi saat ini percuma saja. Sejak pertengkaran semalam, si anak tak mau pulang. Dia menginap di rumah teman perempuannya dan setelah itu bersama pacarnya, sampai sekarang.

Perempuan paruh baya itu tak tahu apakah selama ini dia terlalu keras atau terlalu lembut, tak tahu apakah dia benar-benar mengenal putrinya. Sebuah perasaan menyalip di hatinya.

Dia segera menepi. Dia menatap spion dalam, melihat wajahnya dan rambutnya yang mulai beruban. Seperti badai, ingatan tentang putrinya memenuhi kepalanya.

Dulu dia selalu bersama anak semata wayang itu. Namun, sejak bercerai, dia harus bekerja. Biaya hidup dan keinginannya menyekolahkan anak setinggi mungkin malah membuatnya kian jauh dari si anak. Anak itu selalu jadi titipan, entah pada ibunya, pada tetangga, pada tempat penitipan anak, dan setelah berusia 13 tahun dia selalu sendirian di rumah.

Sekonyong-konyong dia menangis. Dia ingin memutar waktu, kembali ke masa lalu, mengulang lagi dari nol. Jika ada keajaiban itu, jika bisa ditukarnya dengan sesuatu, perempuan itu bersedia sepenuh hati. Namun, keajaiban hanya cerita anak-anak. Sudah terlambat untuk menginginkannya.

Di sela tangisan dia jatuh tertidur. Ada mimpi samar-samar yang kemudian terganggu oleh dering handphone-nya. Begitu melihat nama si anak, tubuhnya menegang. 

5. JAUH
Begitu melihat nama si anak, tubuhnya menegang. Dia nyaris berteriak. "Hallo?!"

Di seberang, seorang remaja berdiri di balik pintu toilet yang dikuncinya. Dia mendengar suara ibunya yang meninggi. Gemetar dia menjawab, "Ma."

Ada keheningan sejenak. Setelah itu, si ibu menyerocos, bertanya ini dan itu. Tidak ada nada marah, hanya kekalutan. Si anak merasa bersalah dan pada satu titik dia ingin menangis.

Dia ingin bercerita tentang pemandangan yang dilihatnya satu jam yang lalu, pemandangan yang tak mungkin bisa dia lupakan. Padahal setelah pertengkaran semalam, segalanya berjalan lancar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun