Mohon tunggu...
Dessy Wardhani
Dessy Wardhani Mohon Tunggu... -

Happy mother of 4 wonderful kids\r\n - Life-learner\r\n- Dreaming to travel around the world

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Belajar dari Tenzing Norgay

28 Juni 2012   08:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:27 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tenzing Norgay adalah seorang sherpa (pemandu) dari Sir Edmund Hillary saat menaklukkan puncak Mount Everest.  Sebagai seorang pemandu, jamaknya dia selalu berada dalam posisi terdepan. Namun uniknya, saat tinggal selangkah menuju ke puncak, dia mempersilakan Edmund Hillary untuk menjadi yang pertama menorehkan sejarah sebagai penakluk puncak Everest. Jawabannya atas pilihannya ini adalah, " Karena menaklukkan puncak Everest adalah impian Edmund Hillary, bukan impian saya. Impian saya hanyalah berhasil membantu dan mengantarkan dia meraih impiannya.."

Dalam hidup, kita punya banyak 'Tenzing Norgay'. Mereka kadang terlihat, terasa, namun banyak pula yang 'invisible'.  Sahabat-sahabat seperti Tenzing Norgay ini seringkali memiliki peran begitu penting dalam hidup kita, dalam langkah kita mencapai impian, namun karena kita merasa "memang itu tugasnya" atau sudah terlalu terbiasa mereka "ada",  kita abaikan keberadaannya, atau bahkan "mengecilkan" arti mereka.

Mata hati kita seringkali terlalu bebal dengan kehalusan sebuah pengorbanan. Pengorbanan diidentikan dengan perjuangan "bersama-sama" meraih impian yang sama. Pernyataan Tenzing Norgay membuka mata hati kita, bahwa kadang seseorang tidak harus memiliki mimpi yang sama untuk berkorban bagi kepentingan orang lain. Saya teringat pada asisten-asisten saya yang setia di rumah. Impian mereka jelas berbeda dengan saya. Impian mereka terlalu sederhana, dibandingkan impian saya yang kadang menunjukkan kadar bersyukur saya yang rendah pada nikmatNya yang luar biasa. Impian mereka sesederhana bisa menyekolahkan anak-anaknya, memberikan sandang dan pangan secukupnya, dan syukur-syukur bisa menabung sedikit untuk keadaan darurat. Namun, tanpa mereka bertanya apa impian saya, pengorbanan mereka jelas tidak ada duanya. Menjaga anak-anak saat saya beraktivitas di luar rumah, membantu saya membuat rumah terasa bersih dan nyaman saat kami pulang. Meringankan kami dengan kegesitan mereka untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga. Mungkin saat saya mencapai impian saya, mereka akan menyatakan hal yang sama dengan Tenzing Norgay..."saya tidak pernah tahu dengan impian si Ibu..saya hanya berusaha meringankan langkahnya untuk meraih apa saja yang dia impikan..."

Tenzing Norgay menjaga impian Edmund Hillary, dengan memilihkan jalur pendakian yang aman agar tidak tersesat; mengingatkan jika ada tebing terjal yang tidak mungkin didaki; atau meminta Edmund Hillary untuk berhenti sesaat jika khawatir badai salju akan membahayakan pendakian mereka. Dia tidak pernah peduli, apakah dia bisa menjadi orang pertama yang mencapai puncak, dia hanya memastikan untuk membantu menciptakan kondisi terbaik agar Edmund Hillary bisa mencapai puncak. Dia mungkin sama sekali tidak memahami apa alasan Edmund ingin mencapai puncak, tapi dengan setia, karena kesadaran akan fungsinya sebagai pemandu, dia teguh mendampingi sampai Edmund mencapai impiannya. Saat sampai di puncak, dia bahkan tak berpikir sedikitpun untuk mendahului Edmund, bahkan mempersilakannya untuk menjadi penjejak kaki yang pertama.

Saya tiba-tiba  teringat dengan seorang sahabat yang sangat dekat di hati saya.  Dalam kurang lebih beberapa tahun terakhir dia semangat sekali membangun mimpinya.  Meski belum terjun langsung dalam membangun mimpinya,  saya mengusahakan apapun untuk meringankannya langkahnya. Sesekali saya sedikit memperlambat langkahnya, bukan untuk menghentikan mimpinya. Saya hanya khawatir dia tersandung saat berjalan cepat di jalan berbatu. Saya hanya khawatir dia terpeleset di jalan yang basah dan licin. Beberapa waktu lalu, satu pernyataannya mengejutkan saya, " Kamu tidak pernah memahami mimpi saya, karena kamu tidak memiliki impian yang sama dengan saya...'"...

Kesedihan tidak bisa saya hindari, namun saat saya membaca cuplikan kisah Tenzing Norgay, saya merasa malu untuk melanjutkan kesedihan saya.  Menjadi pemandu bagi seseorang dalam mencapai impian, kita seringkali dianggap tidak ada, tidak penting, tidak memahami...namun, bertahanlah, bersabarlah, teguhkan langkah kita untuk terus mendampinginya, sebesar apapun tantangan yang harus kita hadapi. Dalam perjalanan menuju puncak Everest, saya yakin benar: sekali, dua kali atau bahkan seringkali terjadi perdebatan antara Edmund dan Tenzing, namun Tenzing tetap bertahan dengan komitmennya untuk mendampingi Edmund Hillary  mencapai puncak. Dia tidak kembali turun, atau berusaha untuk menyesatkannya. Di Puncak Everest, sang pemimpi tersenyum lebar dengan pencapaiannya; sementara  sang pemandu tersenyum sama lebar, untuk alasan yang berbeda, dia berhasil "mengantarkan" seseorang mencapai impiannya.

Saya memutuskan untuk membuang jauh kesedihan saya atas pernyataan sahabat tercinta saya...dan mulai memilih untuk belajar dari keteguhan asisten-asisten saya...belajar dari keteguhan seorang Tenzing Norgay.... Saya akan menjadi pemandunya yang luar biasa untuk mengantarkannya mencapai impian, meskipun saya tidak memilki impian yang sama....

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun