Mohon tunggu...
Dessy Ilsanty
Dessy Ilsanty Mohon Tunggu... Dosen - Psikolog

Dessy Ilsanty lahir di Jakarta, menjalani masa sekolahnya selain di Jakarta, juga di Tokyo, Jepang dan Singapura. Ia menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, kemudian melanjutkan pendidikan S2 dan program profesi psikolog juga di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Teknologi Keuangan Semakin Canggih, Perlu Tetap Waspadai Modus Penipuan

28 November 2019   13:30 Diperbarui: 5 Desember 2019   15:36 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kemajuan teknologi dan informasi komunikasi saat ini sangat memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat. Bila dulu kita hanya bisa berkomunikasi melalui telegram, surat, dan kartu pos, dewasa ini komunikasi jarak jauh hanyalah sebatas layar di handphone. Semua serba cepat dan instan, bahkan bagi generasi millennial saat ini kemudahan dan kecepatan adalah prioritas bagi mereka, bila mendapati sesuatu hal yang lamban maka lambat laun akan segera mereka tinggalkan.

Dalam 5 tahun terakhir saja, banyak perusahaan rintisan atau startup yang membangun aplikasi dalam memudahkan dan memanjakan para penggunanya. Di media sosial ada Facebook, Google, Whatsapp dan Instagram. Di sektor ride-hailing ada Gojek dan Grab, kemudian Bukalapak dan Tokopedia yang menguasai sektor e-commerce, serta Traveloka dan Tiket.com yang menguasai sektor ticketing dan akomodasi perjalanan. 

Walau semuanya dibangun untuk dapat memanjakan penggunanya dengan kesan instan dan cepat, teknologi juga membawa risiko. Yang luput dari perhatian banyak orang, dengan kemudahan teknologi juga banyak orang yang mudah menyembunyikan identitas asli atau perilaku asli mereka di media sosial yang bisa disebut dengan anonim. Dengan adanya anonimitas di media sosial dan layanan daring lainnya, orang cenderung lebih berani dalam melakukan banyak hal bisa jadi termasuk hal-hal yang melanggar norma dan hukum.

Selain itu, pola serba instan dan cepat di era teknologi juga mempengaruhi cara berpikir para pengguna telepon dan aplikasi pintar. Bisa jadi tuntutan untuk berpikir cepat tersebut, justru memangkas jalan mereka untuk berpikir kritis dan fokus. Hal hal seperti ini yang membuat mereka menjadi mudah terperdaya oleh berbagai informasi yang masuk ke alam sadar dan bawah sadar mereka.

Setali tiga uang perkembangan teknologi pasti juga akan diikuti perkembangan modus-modus kejahatan baru yang tidak lagi menggunakan sarana konvensional. Para pelaku kejahatan daring, baik dengan metode scamming, phising, dan pencurian data pribadi telah membekali diri mereka dengan ilmu-ilmu yang mereka pelajari baik secara otodidak maupun di pendidikan formal.

Tapi menariknya, modus penipuan di dunia teknologi yang akhir-akhir ini marak justru terjadi lewat cara yang konvensional, yaitu lewat pembicaraan di telepon, dan bukan lewat peretasan canggih atau cyber-hacking. Penipuan lewat telepon bisa sukses tentu tak lepas dari kemampuan para pelaku merayu dan menjebak calon korbannya untuk menyerahkan berbagai informasi penting yang bisa digunakan pelakunya untuk masuk atau membajak layanan perbankan atau dompet elektronik yang digunakan oleh korban.

Mengutip dari cnnindonesia.com awal November 2019 lalu, penyanyi Aura Kasih mengaku kehilangan uang sebanyak 11 juta Rupiah yang ia transfer sendiri melalui mobile banking kepada pelaku lewat akun pembayaran populer Go-Pay. 

Mengutip penjelasan yang pernah diberikan sebelumnya oleh Winny Triswandhani, Head Of Corporate Communication GoPay, pada umumnya kasus saldo Go-Pay yang raib disebabkan oleh pengguna yang dengan mudahnya memberikan kode one time password atau OTP kepada oknum yang mengatasnamakan Gojek Indonesia atau penyedia layanan melalui sambungan telepon. Padahal kode OTP itu layaknya sebuah kunci rumah atau brankas yang hanya boleh diketahui oleh pemilik dan tidak boleh diserahkan kepada orang asing manapun termasuk penyedia jasa layanan seperti Gojek. 

Pada kasus Aura Kasih, penipu menelponnya sampai ia memberikan sendiri kode rahasia kepada si penipu. Pelaku berbicara dengan pendekatan psikologi yang kita kenal dengan sugesti,  sehingga korban bisa dengan mudah "terperdaya", hingga kemudian memberikan kode rahasia OTP mereka. Media seringkali menyebut sugesti sebagai "hipnotis." Sebenarnya "sugesti" adalah proses psikologis di mana seseorang membimbing pikiran, perasaan, atau perilaku orang lain Biasanya pelaku meluncurkan teknik sugesti dengan berpura-pura membantu saat korban panik karena proses transaksi yang bermasalah. Memanfaatkan kepanikan korban, pelaku kemudian mengalihkan fokus korban ke instruksi yang harus diikuti.

Kasus penipuan bermodus mengaku sebagai oknum dari perusahaan ternama juga bagaikan 2 sisi mata pisau. Hampir rata-rata para pelaku memanfaatkan nama besar perusahaan untuk menipu korbannya.

Kenapa perusahaan besar? karena perusahaan besar tersebut adalah sosok atau nama yang dirasakan sudah dikenal dengan baik, sehingga sudah ada 'trust' dari penggunanya. Jika seseorang sudah memiliki 'trust' terhadap suatu brand, maka memperbesar kemungkinan ia akan menerima opini/penawaran/hal yang diberikan oleh pihak tersebut Hal ini berlaku bagi perusahaan besar yg reputasinya baik. Tentu berbanding terbalik dengan perusahaan besar yg reputasi buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun