Seperti yang kita ketahui, pandemi Covid-19 sampai saat ini di Indonesia belum berakhir. Pandemi Covid-19 ini membawa pengaruh yang sangat besar  dalam segala aspek terutama pada kondisi kesehatan dan perekonomian Negara Indonesia.Â
Dengan adanya pandemi Covid-19, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang tidak stabil. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi pada September 2020 yang berada di level -0,05 persen month to month (m-t-m). Angka inflasi tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya, dan juga lebih rendah dari pola historisnya.Â
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi masih terjadi karena naiknya sebagian indeks kelompok pengeluaran, yaitu pakaian, alas kaki, perumahan, air, listrik, rumah tangga, kesehatan, transportasi, informasi, komunikasi, dan jasa keuangan.Â
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memprediksikan bahwa pada akhir tahun 2020 tingkat inflasi indeks harga konsumen (IHK) akan berada di bawah 2 persen.Â
Perkiraan ini didasarkan pada rendahnya tingkat inflasi hingga September 2020. Secara nasional, tingkat inflasi tahunan (year-on-year) pada bulan September sebesar 1,42persen.
"Kami perkirakan, inflasi IHK sampai dengan akhir tahun 2020 lebih rendah dari 2 persen, atau di bawah sasaran 3 plus minus 1 persen," kata Perry Warjiyo Â
Menurut peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) yaitu Eric Alexander Sugandi mengatakan inflasi yang rendah tersebut terjadi karena melemahnya daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat bisa diartikan sebagai mampu atau tidaknya masyarakat untuk membayar segala sesuatu barang yang dibutuhkan atau diinginkan.Â
Pertumbuhan konsumsi melambat disebabkan oleh pelemahan daya beli masyarakat, khususnya rumah tangga berpendapatan menengah ke bawah dan juga kelas bawah.Â
Disamping itu juga, rumah tangga kelas menengah ke atas dan kelas atas yang justru mengurangi konsumsinya selama pandemi Covid-19 ini. Pemerintah mengakui daya beli masyarakat saat ini melemah karena pendapatannya menurun.Â
Penurunan pendapatan ini  salah satunya akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak pandemi Covid-19. Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan hingga 31 Juli 2020, jumlah pekerja formal maupun non formal yang terdampak Covid-19 mencapai lebih dari 3,5 juta jiwa. Kondisi ini tentu diharapkan bisa segera pulih sejalan dengan diberikannya sejumlah insentif dari pemerintah.
Selain PHK, penurunan pendapatan juga disebabkan pengurangan gaji, serta berdampak juga pada para pengusaha, di mana para UKM, pedagang kaki lima juga mengalami kemerosotan  turunnya omzet usaha mereka.Â