Mohon tunggu...
Dessi Natalia Pasaribu
Dessi Natalia Pasaribu Mohon Tunggu... Aktor - MAHASISWI PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAl UNIVERSITAS POTENSI UTAMA

SMART PEOPLE AREN'T NECESSARILY WISE BUT WISE PEOPLE ARE CERTAINLY SMART

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengaruh AS terhadap Keamanan Asia-Pasifik Pasca-Perang Dagang dengan China Melalui AOIP

22 Januari 2020   15:59 Diperbarui: 22 Januari 2020   16:08 1947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Perkembangan sejarah persaingan antara kekuatan-kekuatan besar di dunia tidak dapat dilepaskan dari persaingan untuk menguasai wilayah lautan. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari urgensi wilayah laut sebagai matra untuk menjamin eksploitasi sumber daya yang ada didalamnya, jalur perdagangan serta pengamanan terhadap wilayah daratannya. Keberadaan negara-negara berkekuatan besar yang terletak di kawasan Asia-Pasifik menjadi faktor utama yang menyebabkan iklim keamanan kawasan Asia-Pasifik selalu fluktuatif, karena sering bersinggungannya kepentingan antar negara-negara besar. 

Amerika Serikat sebagai superpower selalu menunjkukan perilaku yang memicu rivalitas di kawasan, menyebabkan berbagai respon dari negara-negara yang merasa terancam, terutama China sebagai salah satu great power sangat keberatan dengan pangkalan militer Amerika Serikat. Secara geografis kawasan Asia Pasifik adalah kawasan yang berdasarkan posisinya memilliki nilai penting dalam pusat-pusat kegiatan dunia. Melihat lokasi geografisnya dapat mempengaruhi kebijakan strategi dan power suatu negara yang ingin beradu dalam kawasan ini.

China adalah salah satu negara yang patut di perhitungkan sekarang di kawasan Asia Pasifik. Kenyataan ini dapat dilihat dimana hampir di semua negara di kawasan ini memiliki kerjasama dengan China. Keterlibatan China di kawasan Asia Pasifik membuat AS merasa terancam keberadaannya karena mulai tampak kekuatan baru. Kawasan Asia Pasifik merupakan kawasan potensial bagi kedua kekuatan baru abad ini. Ini disebabkan negara-negara di kawasan ini merupakan salah satu jaminan kelangsungan hidup bagi kedua negara besar ini.

AS adalah satu-satunya negara yang dalam kurun waktu satu dasawarsa ini menjadi hegemoni dunia. Negara yang menjadi pemenang dalam perang dingin ini mampu menunjukkan kedigdayaannya di dunia internasional. Tak dapat terelakkan lagi bahwa AS memiliki kemapanan dalam berbagai sektor baik itu sumber daya manusia, sumber daya alam, industri, teknologi, militer, dan pemerintahan. National Power inilah yang sekarang ini hampir dimiliki oleh RRC. 

China dalam beberapa tahun terakhir telah banyak melakukan investasi dalam memodernisasi militernya dimana diduga kuat oleh banyak prediksi akan memicu perlombaan senjata, pengembangan senjata nuklir, modernisasi kekuatan militer (termasuk dengan teknologi informasi). Asia Pasifik merupakan kawasan yang mempertemukan kekuatan besar dunia seperti Amerika Serikat, Jepang, Rusia dan bahkan new emerging superpower, China. Oleh karena itu semua negara di kawasan Asia Pasifik berupaya untuk menciptakan sebuah arsitektur keamanan yang dinamis dan stabil untuk menjamin kepentingan nasional mereka dikawasan tersebut.[1]

Dampak lain dari perang dagang adalah munculnya semangat proteksionisme dan unilateralisme di atas multilateralisme. Negaranegara besar dengan mudah akan menjatuhkan sanksi apabila kondisi perdagangan telah merugikan dan mengancam identitas mereka sebagai negara besar. 

Sengketa perdagangan antara dua ekonomi terbesar di dunia akan memiliki efek Cascading di negara lain, termasuk Vietnam, yang sudah menghadapi tarif yang lebih tinggi baja dari Amerika Serikat. AS dan Cina adalah salah satu mitra dagang utama untuk Vietnam, dan perang dagang dapat berdampak langsung atau tidak langsung, karena produk Vietnam adalah bagian dari rantai nilai China.

 ASEAN Outlook pada Indo-Pasifik (AOIP) yang mempertimbangkan ASEAN sentralitas sebagai prinsip dasar untuk mempromosikan kerjasama di wilayah Indo-Pasifik, dengan mekanisme yang dipimpin ASEAN, seperti KTT Asia Timur (EAS), sebagai platform untuk dialog dan pelaksanaan Kerjasama Indo-Pasifik, sambil mempertahankan format mereka. Lebih jauh lagi, ASEAN juga dapat berusaha untuk mengembangkan, jika diperlukan, kerjasama dengan mekanisme regional dan sub-regional lainnya di wilayah Asia-Pasifik dan Samudera Hindia pada bidang tertentu dari kepentingan bersama untuk melengkapi inisiatif yang relevan.

Amerika Serikat (AS) dan China saat ini adalah dua ekonomi terbesar di dunia, dengan kemampuan nasional yang relatif setara. Perang Dagang yang terjadi di antara keduanya nyatanya punya dimensi yang jauh lebih luas untuk diperhatikan secara lebih mendalam. Pada saat yang bersamaan kawasan Asia -- Pasifik juga memiliki dinamika tersendiri, yang jika tidak dikelola dengan baik oleh negara-negara di kawasan, bersama dengan negara-negara berkemampuan global lainnya, seperti Inggris, Perancis, China, Rusia, dan AS -- anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa destabilisasi kawasan strategis ini tak akan terhindarkan.

Dinamika tersebut termasuk, tetapi tidak terbatas pada, tumpang-tindih klaim kedaulatan di Laut China Selatan, yang melibatkan China, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, dan Taiwan; Laut China Timur, yang melibatkan China, Jepang, dan Korea Selatan; serta, konflik di Semenanjung Korea, yang melibatkan AS, Korea Selatan dan Korea Utara. Dari seluruh konflik tersebut, tidak terdapat satupun penyelesaian komprehensif yang terlihat sampai saat ini, sehingga stabilitas keamanan dan perdamaian kawasan sangat rapuh, bahkan lebih mengkhawatirkan dari era-era yang lalu, dengan berbagai pertimbangan.

Perang dagang AS -- China dimulai dengan keputusan Presiden Trump untuk mengenakan tariff terhadap produk-produk solar panel produksi China senilai USD 50 milyar, yang kemudian melebar, sehingga mengenai hampir seluruh produk-produk konsumer lainnya, yang mencakup, tetapi tidak terbatas, pada produk-produk: baja, telpon genggam, jam tangan, elektronik, otomotif, dan televisi, senilai kurang-lebih USD 200 milyar (The New York Times, 17 September 2018). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun