Mohon tunggu...
Desrina Waruwu
Desrina Waruwu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Jambi

Hobi membaca buku dan menulis, baik di buku diary dan beberapa platform tulis online. Suka membahas dan berdiskusi mengenai filsafat, permasalahan politik, ekonomi, dan pemerintahan yang ada di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengulik Kembali Dinamika Kontestasi Dinasti Politik pada Pilkada Masyarakat Batanghari. Ciri Demokrasi Sakit?

10 November 2022   10:55 Diperbarui: 10 November 2022   12:13 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://pin.it/3F6eNWO

Pada masa reformasi, salah satu kabupaten di Provinsi Jambi, tepatnya Kabupaten Batanghari, mengalami dinamika panjang kontestasi politik dalam Pilkada. Dinamika tersebut memunculkan fenomena kekuasaan politik yang dijalankan oleh dua tokoh yang mendominasi pemerintahan dari tahun 2001 hingga 2020, yaitu H. Abdul Fattah dan Ir. Syahirsah. Pada awal pemerintahan Abdul Fattah dan Syahirsah, beberapa tahun setelah krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1998, Kabupaten Batanghari jatuh dalam kemiskinan. Saat itu, Batanghari menjadi kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbanyak kedua di Provinsi Jambi hingga 19,10% dengan pendapatan per kapita Rp. 3.686.618 (BPS 1997 dan 2001). Namun, proporsi jumlah penduduk miskin di Batanghari tidak berubah secara signifikan selama tahun-tahun kepemimpinan pasangan ini.

Pada Pilkada 2005 mendatang, mereka memutuskan untuk berpisah dan berjuang untuk mencalonkan diri sebagai bupati dan wakil bupati di Kabupaten Batanghari dengan pasangan baru. Syahirsah tampil berjaya bersama Ardian Faisal, putra Saman Chatib, Bupati Batanghari periode 1991-2001, mengalahkan Abdul Fattah yang berpasangan dengan Ali Redo. Melanjutkan Pilkada 2010, Syahirsah dan Abdul Fattah kembali bertarung memperebutkan jabatan Bupati Batanghari periode 2011-2016. Abdul Fattah menang dan terpilih kembali sebagai Bupati Batanghari untuk masa jabatan keduanya. Dari periode 2011 hingga 2016, masa jabatan Abdul Fattah berumur pendek. Ia tersangka oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi pada Selasa 26 November 2013 atas kasus suap pembelian mobil pemadam kebakaran tahun 2004 dan didenda Rp 1,1 miliar. Abdul Fatah kemudian digantikan oleh wakilnya, Shin Wan.

Berdasarkan visi dan misi Abdul Fattah dan Sinwan pada saat pengangkatannya, tujuan utama yang akan diangkat adalah agenda ekonomi masyarakat. Sayangnya, hal itu tidak terwujud selama masa jabatannya periode 2011-2013. Proporsi penduduk miskin di Kabupaten Batanghari meningkat dari 9,56% menjadi 10,42% atau terburuk ketiga dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Di akhir masa jabatannya, Abdul Fattah kemudian menunjuk istrinya Sofia Joesoep menjadi wakil Syahirsah dalam pemilihan Bupati/Wakil Bupati Batanghari tahun 2015.

Pilkada 2015 kembali berujung pada penetapan pemenang, yang akan ditentukan melalui putusan di Mahkamah Konstitusi setelah Sinwan dan Arzanil mengajukan gugatan atas kemenangan Syahirsah dan Sofia Joesoep. Namun, gugatan pasangan itu ditolak oleh pengadilan. Setelah pemilihan resminya, Syahirsah memulai masa jabatan keduanya sebagai Bupati Batanghari. Terakhir, publikasi penelitian Public Trust Institute menemukan bahwa hingga 53% warga Batanghari tidak puas dengan kepemimpinan Syahirsah (Putin 2020).

Status sosial ekonomi masyarakat yang telah menjadi perhatian selama hampir dua dekade, secara tidak langsung dimanfaatkan oleh para kandidat untuk melanggengkan kekuasaan politik. Para calon yang maju dalam Pilkada Batanghari 2020 akan menggunakan kondisi ekonomi masyarakatnya sebagai alat untuk mendapatkan suara. Dari segi sosiologis, rasionalitas masyarakat dalam memilih pasangan calon pemimpin daerah menyangkut masalah ekonomi seperti sulitnya bekerja sebagai petani atau peternak berpenghasilan rendah terkait dengan upah minimum regional (UMR) dan Pendidikan mayoritas tamatan SLTA. Masyarakat Batangari cenderung lebih memilih hal-hal praktis yang bisa diperoleh sesuai permintaan, seperti politik uang dan kebijakan moneter.

Adanya fenomena kepemimpinan selama hampir dua dasawarsa, bergantian antara dua tokoh yang melanggengkan jaringan dinasti politik lokal, tidak mengilhami perubahan evolusioner yang signifikan. Namun, masyarakat masih berusaha untuk memilih salah satu ketika seorang bupati terpilih. Kedua, seperti disebutkan di atas, masyarakat cenderung menyukai politik dinasti Batangari yang tumbuh dan berkembang hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa ada dimensi sosiologis yang berperan dalam membentuk perilaku elektoral masyarakat Batangari. Namun, penting juga untuk menyadari bahwa politik masih penting. Pemilih individu dapat memilih kandidat karena mereka pikir mereka akan diuntungkan. Pertimbangan untung rugi kinerja parpol dan caleg juga bisa menjadi pertimbangan seseorang yang memilih (Aninda 2013).

Fenomena ini cenderung semakin menurunkan kualitas demokrasi di Kabupaten Batanghari. Ini menjadi poin terkait sirkulasi kepemimpinan dan kesadaran partisipasi warga yang nyata dalam konteks pembangunan daerah. Orang-orang tampaknya tidak peduli siapa dan apa yang menjadi lingkaran pemimpin daerah mereka di masa depan. Konteks ekonomi yang hingga kini masih bermasalah membuat masyarakat tidak perlu khawatir dengan jumlah pasangan calon.

Desrina Waruwu

Mahasiswa Ilmu Politik

Universitas Jambi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun