"Kau sudah sadar, Aluna?"
"Benar-benar kurang ajar! Ia mengaku rindu padaku. Dalam setiap cumbunya, ada janji tuk bebaskanku. Bahkan sempat ia katakan bahwa Ibu yang melacurkanku [a]."
"Dan kau percaya?"
"Menurutmu?"
Bram tertawa. Seolah memandangku serupa anak ayam yang kakinya patah sebelah. Bodoh dan tak berdaya.
"Kau hanya sedikit tolol, Aluna. Tak seharusnya kau mempercayai orang lain selain dirimu sendiri."
"Benar, termasuk kau, Bram."
Aku mengambil pistol, kuarahkan pada wajahnya.
"Tanpa peluru, kau biasa apa?" Ia tertawa, kali ini semakin kencang. "Aku bukan penjahat, Aluna. Hanya ingin membalaskan dendam Ibuku. Aku bisa membantumu, asal kau mau bekerja sama denganku. Apa kau tak ingin hidup seperti dalam angan-anganmu? Menjadi perempuan soleha? [b]"
Sial. Red wine membuat lidahku hilang kendali.
Tiba-tiba seseorang dengan kursi roda memasuki ruangan. Nyaris menabrak meja.