Mohon tunggu...
Desny Zacharias Rahardjo
Desny Zacharias Rahardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Co-Founder of Membangun Positivity

Orang biasa yang suka membaca, menulis, dan makan bubur yang tidak diaduk.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berbuat Baik Itu Ternyata Pamrih

14 September 2021   14:54 Diperbarui: 22 September 2021   14:41 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: canva.com 

Berbuat baik itu ternyata pamrih. Selfish, bukan selfless. Lho?

Kita bertumbuh besar dengan ajaran untuk berbuat baik terhadap sesama, karena Tuhan senang itu. Berbuat baik itu upahnya nanti di surga.

Tapi ternyata kita tidak perlu menunggu sampai di surga untuk menerima upah dari berbuat baik. Kita dapat koq rewardnya, hampir instan malah.

Ternyata, berbuat baik itu juga mendatangkan banyak manfaat untuk kita. Dari meningkatkan mood hingga menurunkan stres, kekuatan berbuat kebajikan sudah terbukti. 

Bahkan, riset menunjukkan manfaat berbuat baik itu ternyata lebih besar bagi si pemberi daripada si penerima.

Ada yang namanya ripple effect, efek riak dari berbuat baik. Cinta yang dibagikan ketika melakukan kebaikan tidak hanya dirasakan oleh si penerima, tapi juga si pemberi.

Dalam satu study, peserta dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok diminta melakukan tindakan kebaikan sederhana seperti membukakan pintu untuk orang asing selama satu bulan. 

Kelompok yang lain diminta untuk melakukan Tindakan baik untuk diri mereka sendiri, seperti membeli barang yang mereka sukai.

Hasilnya, mereka yang telah melakukan tindakan baik untuk orang lain memiliki tingkat perkembangan psikologis yang lebih positif dibandingkan dengan mereka yang berperilaku baik terhadap diri mereka sendiri. 

Melakukan kebaikan membawa mereka pada tingkatan positive emotions yang lebih tinggi.

Orang lain itu bisa teman, keluarga, rekan kerja, atau orang yang sama sekali tidak kita kenal, yang kita temui di sekitar kita.

"Berbuat baik meningkatkan serotonin dan dopamine, neurotransmiter di otak yang membuat kita merasa puas dan baik secara keseluruhan", kata Rachel Slick, LCSW, klinisi kesehatan perilaku di UCHealth, yang baru-baru ini meluncurkan inisiatif kesehatan yang berfokus pada random act of kindness.

"Random act of kindness terhadap orang lain dapat meningkatkan oksitosin, yang merupakan hormon yang membuat kita merasa terhubung satu sama lain dan meningkatkan rasa saling peracaya," kata Slick. 

Ketiga bahan kimia ini membawa dampak yang  besar pada suasana hati dan kebahagiaan kita secara keseluruhan.

Berbuat baik juga dapat membantu mengurangi kadar hormon stres kortisol. Sebuah studi dalam jurnal Integrative Psychological and Behavioral Science menemukan bahwa orang yang mempraktikkan random act of kindness memiliki kadar kortisol 23% lebih rendah daripada orang kebanyakan.

Kadar kortisol yang lebih rendah ini menurunkan risiko terjadinya peradangan di dalam tubuh, penambahan berat badan, dan penyakit. Terlihat khan, selain berdampak pada kesehatan mental, berbuat baik juga bermanfaat untuk kesehatan fisik kita.

Jadi, membantu orang lain itu membantu diri Anda sendiri juga. Itu pamrih atau bukan? Coba anda tulis pendapat anda di kolom komen di bawah ya.

Desny Zacharias Rahardjo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun