Mohon tunggu...
Desi Afifah
Desi Afifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Deforestasi: Nestapa bagi Masyarakat Adat

8 Juni 2021   14:55 Diperbarui: 8 Juni 2021   15:09 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Representasi Masyarakat Adat Papua Bergandeng Tangan Melindungi Hutan Adat Sumber: http://media.greenpeace.org/

“Hutan bukan sekedar penghijau bumi, hutan bukan hanya jadi ladang industri. Hutan adalah sumber kehidupan bagi kami.” Begitulah kira - kira suara masyarakat adat saat ini yang semakin menderita akibat deforestasi. Masyarakat adat dan deforestasi merupakan topik yang hangat dibicarakan beberapa tahun terakhir. 

Beberapa kritikus dan aktivis lingkungan tak gentar menyuarakan kritikan pedasnya kepada para kaum industrialis yang tak henti - hentinya melakukan deforestasi. Lantas, sebenarnya apa makna deforestasi? apa pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat adat?

Menurut FAO (1990), deforestasi diartikan sebagai hilangnya areal tutupan hutan baik itu bersifat sementara maupun permanen dengan tetap memperhatikan degradasi serta perbaikan areal tutupan hutan. Sedangkan menurut KBBI, deforestasi diartikan sebagai aktivitas penebangan hutan. Deforestasi sebenarnya merupakan aktivitas menghilangkan areal hutan yang dilakukan dengan tujuan membuka lahan terbuka secara permanen. 

Deforestasi bisa disebabkan oleh proses alami seperti kebakaran hutan karena cuaca panas yang ekstrim. Namun, saat ini mayoritas deforestasi diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti penebangan pohon, pembukaan lahan pertanian atau perkebunan, operasi pertambangan dan lain sebagainya. 

Deforestasi yang disebabkan oleh aktivitas manusia dapat mengakibatkan adanya degradasi dimana kualitas hutan di masa depan akan mengalami penurunan secara signifikan.

Deforestasi di Indonesia telah terjadi di berbagai daerah. Mayoritas deforestasi terjadi di Pulau Papua dan Kalimantan. Luas hutan di Kalimantan sejak tahun 2005 telah mengalami penyusutan yang diakibatkan oleh ledakan pembangunan perkebunan kelapa sawit dan kayu pulp. 

Bahkan jika dilihat melalui satelit, terlihat wilayah Kalimantan yang awalnya berwarna hijau kini berubah menjadi hitam akibat ekspansi lahan. Tidak berbeda jauh dengan Kalimantan, wilayah Papua kini juga mengalami pengurangan area hutan. 

Menurut laporan Forest Watch Indonesia pada tahun 2019, setidaknya telah terjadi pengurangan hutan seluas 189,3 ribu hektar pertahunnya yakni antara tahun 2013 sampai 2017 di Papua. Hal ini tentu sangat berdampak pada kehidupan masyarakat di area tersebut terutama bagi masyarakat adat.

Masyarakat adat seperti yang kita tahu merupakan kesatuan masyarakat dimana para anggota masyarakat tersebut telah secara turun temurun hidup pada suatu wilayah tertentu dan telah terikat dengan nilai - nilai budaya, perilaku dan adat istiadat wilayahnya. 

Sistem kehidupan masyarakat adatpun terbilang tradisional dimana mayoritas masyarakat masih mengandalkan sumber daya alam sebagai sumber mata pencaharian utama seperti bertani, berternak, berkebun atau berladang. 

Namun, sejak maraknya deforestasi, kehidupan masyarakat adat terganggu. Berdasarkan hasil penelusuran Human Rights Watch tahun 2019 tercatat bahwa, pengoperasian perkebunan kelapa sawit oleh PT. Ledo Lestari di Kalimantan Barat berdampak buruk bagi masyarakat adat suku Iban. 

Pihak PT merelokasi rumah masyarakat yang berjarak beberapa kilometer dari perkebunan kelapa sawit kemudian membakar rumah tradisional di lokasi tersebut. Akibat relokasi tersebut, masyarakat suku Iban saat ini terkepung dalam perkebunan kelapa sawit dan kehilangan hutan leluhur yang menjadi sumber pendapatan masyarakat sekitar.

Adapun kerugian lain dari adanya deforestasi bagi masyarakat adat, diantaranya:

  • Hilangnya Kebudayaan dan Identitas Masyarakat. Pemindahan pemukiman akibat deforestasi dapat mengganggu sistem budaya dan menghilangkan situs - situs sakral yang dimiliki masyarakat adat. Pada akhirnya, tradisi yang telah diwariskan secara turun - temurun akan lenyap dan masyarakat adat akan kehilangan identitas aslinya.
  • Hilangnya Mata Pencaharian. Sebagai kelompok yang memanfaatkan sumber daya alam sebagai mata pencaharian utama, deforestasi sangat berdampak negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat adat. Beberapa wilayah transmigrasi yang dijadikan sebagai pemukiman baru nyatanya tidak memiliki sumber daya yang memadai. Banyak kasus dimana masyarakat kesulitan bertani dan bercocok tanam, akibat lahan baru yang tidak subur. Hal ini tentu berakibat pada ketahanan pangan yang menurun.
  • Meningkatnya Risiko Terjadi Konflik. Konflik sosial bisa saja terjadi akibat adanya tekanan pada masyarakat adat. Perebutan lahan dan sengketa tanah antara masyarakat adat dan pihak investor menjadi hal yang tidak terelakkan. Penggusuran paksa yang sering terjadi juga rentan menimbulkan tindakan anarkisme di wilayah - wilayah adat. Tentunya, hal semacam ini akan melahirkan konflik - konflik baru yang tidak dapat dihindari kedepannya.
  • Kerusakan Lingkungan. Umumnya proyek perkebunan atau pertambangan sangat rentan menimbulkan kerusakan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh hilangnya hutan yang menjadi penghasil oksigen dan menampung air di wilayah tersebut. Akibatnya, saat musim kemarau atau hujan akan rentan terjadi kekeringan dan banjir. Bencana ini tentu tidak hanya berdampak bagi pihak industri, namun juga kepada masyarakat sekitar.

Dari banyaknya kerugian yang dirasakan masyarakat adat akibat adanya deforestasi dan pembebasan lahan yang berlebihan, hendaknya pemerintah dan pihak - pihak terkait perlu mengkaji pembangunan - pembangunan yang ada di masa depan. 

Sebagai pihak industri, investor juga memiliki peran penting terhadap keberlangsungan hidup masyarakat adat yang telah mendiami wilayahnya sekian puluh tahun. Alih - alih melakukan penggusuran, alangkah baiknya jika suatu pembangunan dapat mengikutsertakan masyarakat adat dalam setiap proyeknya. Hal ini bertujuan agar sumber daya alam tetap terjaga kelestariannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun