Mohon tunggu...
Desi Ariani
Desi Ariani Mohon Tunggu... -

untuk lebih baik...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum 2013: Ke Manakah Kau Ki Hajar Dewantara?

20 Juli 2013   02:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:18 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara yang telah lama hidup di bumi ibu pertiwi ini nampaknya dewasa ini tidak jauh berbedda dengan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ini menekankan pada aspek kemandirian siswa untuk lebih kreatif, inovatf terlebih lagi dalam menanggapi isu-isu terkini di suatu tempat/asal-usul siswa berada untuk lebih kritis dan analitis.  Walaupun dalam kurikulum ini lebih ditegaskan dalam suatu kurikulum namun hal itu sama saja halnya jika komponen pendidikan mampu memahami konsep-konsep Ki Hajar Dewantara yang sudah sejak lama ada. Persoalannya guru nampakanya sudah kehilangan ilmu mendidiknya dari ajaran Ki Hajar Dewantara dan melupakan ajarannya. Padahal semangat Ki Hajar Dewantara diwarai dengan era penjajahan pada waktu itu, yang sesungguhnya bisa menjadi pejuang bagi guru-guru kita di masa sekaranng dengan tantangan teknologi informasi yang mencekram pola pikir dan pola tindak tanduk guru-guru pada saat ini, hal itu dapat seyogyanya menjadi pondasi bertindak guna menghadapi krisis pendidikan yang bernuasa digital. Maksudnya jikalau siswa terjebak dalam dunia internet bukan tidak mungkin lama-lama secara mengendap pada pribadi seorang anak akan menimbulkan keindividualismenya yang berbaya apalagi guru akan dipandang rendah dari internet yang memberikan banyak informasi. Tetapi cukup disadari bahwa informasi yang banyak melalui media tarulah internet, belum tentu mampu menstranferkan gagasan-gagasan yang komprehensif jika tidak didampingi oleh guru bahkan akan membahayakan jika informasi dari internet dikunyah mentah-menetah oleh seorang siswa ‘katakanlah siswa SD.

Bahkan atas dasar kurikulum 2013 yang menekankan kreativitas dan inovatif sudah barang tentu kemandirian siswa dijadikan obyek utama, tetapi perlu diingat jangan sampai atas dasar kreativitas dan inovatif meninggalkan kepekaan sosial kemasyarakatan yang ada di ruang lingkup alam berpikir siswa. Pendidikan diperuntukan untuk kehidupakan bersama  sesaui adat istidat setempat. Tak dapat diungkiri, pendidkan yang sekarang sifanya global yang sama di seluruh negeri kadang kala meninggalakan pengajaran berbasis lokal kederahan. Dalam kurikulum 2013 ini siswa memang dituntut lebih peka terhadap lingkungan dan aspek budi pekerti lebih di tingkatkan. Karena siswa dikatakan pintar bukan karena mendapakan nilai/skor yang bagus tetapi seyogyanya nilai bersifat rohani/mental. Karena anggapan pendidkkan bahwa anak yang pintar adalah anak yang menda[atkan skor tertnggi di kelas. Hal ini kurang begitu tepat sesungguhnya. Apalagi bahasa Jawa yang dulu meruapakan muatan wajib, sekarang tidak dijumpai di kurikulum 2013, padahal bahasa mencerminkan kepribadian suatu bangsa.

Seperti halnya Ki hajar dewantara menyatakan bahwa pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan perkembangan budipekerti (kekuatan batn, karakter), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak. Maksudnya ialah supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak, selaras dengan alamnya dan masyarakatnya. Karena itulah pasal-pasal di bawah ini penting ditekankan yaitu:

1.Segala syarat, usaha dan cara pendidikan harus sesaui dengan kodratnya keadaan (natuurlijkheid, realeit)

2.Kodratnya keadaan tadi ada tersimpan dalam adat-istiadat masing-masing rakyat, yang karenanya bergolong-golong merupakan kesatuan dengan sifat perkehidupan sendiri-sendiri, sifat-sifat mana terjadi dari campurannya semua daya-upaya untuk mendat hidup tertib damai.

3.Adat-istiadat, sebagai sifat daya -upaya akan tertib daai itu, tidak terluput dari pengaruh ‘ jaman’ dan alam’ karena tidak tetap, tetapi senantiasa berubah, bentuk isi dan iramanya

4.Akan mengetahui garis hidup yang tetap dari sesuatu bangsa, perlulah kita megetahui jaman yang telah lalu, mengetahui menjelmanya, jaman itu ke dalam jaman sekarang, mengetahui jaman yang berlaku ini, lalu dapat isyaflah kita akan jaman yang akan datang.

5.Pengaruh baru adalah terjadi dari bergaulnya bangsa yang satu dengan yang lain, pergaulan mana pada sekarang mudah sekali, terbawa dari adanya perhuungan modern. Haruslah kita mawas bahwa semua kejuan ilmu pegetahuan dan segala perikehidupanitu adalah kemurahan tuhan untuk segenap umat manusia di seluruh dunia, meskipunhidupnya masing-masing menurut garis hidup yang tetap.  (Dwi Siswoyo, 2008: 166-167)

Ditekankan pula mengenai budi pekerti dalam kurikulum 2013 hal ini tak jauh beda jika mengupas dari pepatah Ki Hajar Dewantara bahwa ‘budi pekerti’ atau watak’ atau karakter, yaitu bulatnya jiwa manusia. Budipekerti, watak atau karakter, itulah bersatunya gerak pikiran, perasaaan dan kehendak atau kemauan, yang lalu menimbulkan tenaga. Ketahuilah bahwa ‘budi’ itu berarti ‘fikiran-perasaan-kemuan dan pekerti’ itu artinya tenaga’. Jadi budi pekerti itu sifatnya jiwa manusia, mulai angan-angan hingga terjelma sebagai tenanga. Dengan adanya budi pekerti itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai mansia merdeka (herpribadi), yng dapat memerintah atau mengasai diri sendiri (mandiri, zelfbeheersching). Inilah manusiia yang beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.

Maka tak jauh beda antara kurikulum 2013 dengan konsep Ki Hajar Dewantara pada masa silam. Substansi yang digalakkan sesungguhnya sama tiada beda. Hanya di kurikulum 2013 lebih ditegasakan lagi. Padahal kalau boleh penulis bilang sesungguhnya sama saja walupun diterapkan berbagai kurikulum, tetap saja komponen guru yang menjalankan. Bagaimana nanti guru menjalankannya? Kurikulum bukan barang kaku, jika guru memahami hal tersebut menganggapnya biasa sajati tidak perlu dipersoalkan. Hanya pembuat kurikulum yang seoalah-olah membuat efek kejut, dengan kata ‘ belum siap’ diterapakan untuk para guru, hal itu hanya untuk membuat kebijakan tersebut lebih memiliki daya pikat pada memori guru padahal sesungguhnya guru telah terbiasa untuk menyajikan kurikulum yang berbeda-beda seperti, kurikulum 1994, KBK, KTSP.

Dengan demikian kalau boleh penulis menelai bahwasan, kurikulum 2013 semangatnya mengembalikan ke aspek nasionalisme yang mulai tergerus akan kemajuan teknologi, budaya dan sebagainya agar siswa menjadi lebih memahami, serta mengamalkan untuk peka teradap lingkungan di tanah bumi pertiwi yang tak jauh beda dengan konsep Ki Hajar Dewantara untuk lebih menekankan aspek budi pekerti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun