Mohon tunggu...
Desi Maulia
Desi Maulia Mohon Tunggu... lainnya -

Hidup hanya sekali jangan hanya dinikmati, siapkan diri untuk kehidupan berikutnya.

Selanjutnya

Tutup

Trip

"Lebaran Off The Road"

11 Juli 2018   08:30 Diperbarui: 11 Juli 2018   08:58 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

"Insha Alloh nanti kita mampir ke Pulau Gili Ketapang untuk melihat ikan Nemo'

 "Mau mi.... mau.... " anak-anak menyambut gembira tawaran saya untuk  mampir ke sebuah pulau keciil yang masuk dalam wilayah Probolinggo Jawa Timur itu.

Gili Ketapang adalah salah satu pulau yang menjadi jujukan traveler. Pulai Gili Ketapang ini terletak di Selat Madura, berjarak 8 km dari pantai utara Probolinggo. Ombaknya yang landai dan airnya yang jernih menawarkan kenyamanan bersantai di pinggir pantai. 

Daya tarik yang lain dari Pulau Ketapang ini adalah aktivitas snorkeling. Semua tawaran ini menggiurkan keluarga kami yang notabene pecinta pantai. Rencana ke Pulau Gili Ketapangpun kami susun sebagai salah satu agenda mudik Lebaran tahun ini.

Ramadhan ke-28, seperti biasa saya bangun lebih awal untuk menyiapkan makan sahur. Setelah selesai barulah saya bangunkan suami dan anak-anak. Saat menyiapkan piring dan perlengkapan makan, suami memberi kabar.

"Mi, Bapak masuk Rumah Sakit"

"Innalilahi wa inna ilaihi rojiun. Kapan bah? RS dr Soetomo? Siapa yang nunggu di Rumah Sakit"

"Sekitar jam 10 tadi malam. Iya di dr Soetomo. Ada de Reni yang jaga. Abah pulang dulu untuk istirahat dan ganti baju."

Berita masuknya Bapak mertua saya ke Rumah Sakit sebenarnya bukan hal baru bagi keluarga kami, mengingat kondisi beliau yang sudah terjangkiti kanker stadium 3. Namun kondisi beliau pasca operasi dan kemoterapi yang semakin membaik membuat kami merasa bahwa beliau sudah sehat. 

Bahkan beliau sudah bisa jalan-jalan sendiri (tanpa alat) setiap paginya di sekitar rumah. Dalam hitungan jam berita masuknya Bapak ke Rumah Sakit telah berubah menjadi berita duka. Bapak mertua meninggal di hari ke 28 Ramadhan. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Rencana kami untuk bisa mengajak anak-anak ke pulau Gili Ketapang sudah terlupakan. Kesibukan kami di rumah duka tiap harinya sudah menjauhkah rencana tersebut dari benak kami sekeluarga. Hingga pada hari ke-6 suami mengajak saya untuk mudik Setelah hari ke-7 meninggalnya Bapak mertua. Saya pribadi sebenarnya sudah menghapus agenda mudik itu dari benak saya. Tapi suami rupanya mengerti dengan posisi saya. Bagi saya dan keluarga besar Lebaran adalah momen silahturahmi setelah satu tahun tidak bertemu. Saya sendiri jarang pulang mengingat jarak Lumajang-Surabaya yang cukup jauh bagi keluarga kecil kami dengan biaya yang cukup besar bagi kantong kami.

Keputusan suami untuk mengajak pulang ke Lumajang sudah bulat. Kamipun menyiapkan keperluan mudik dalam waktu yang singkat. Pada malam ke-7 suami berpamitan kepada ibu mertua untuk mudik ke Lumajang. Kamipun berangkat dengan  bermodal 'Bismillah' mengendarai motor dari Surabaya ke Lumajang.

Untuk mempersingkat perjalanan, kami sengaja mengawali keberangkatan malam hari setelah tahlilan Bapak mertua usai. Perjalanan mudik Lebaran kami dimulai malam tersebut. 

Suasana malam Surabaya dengan gemerlap lampunya mengiringi keberangkatan kami melewati jalan utama Surabaya. Jalan Ahmad Yani. Dalam kesehariannya jalan ini dilalui oleh ribuan kendaraan yang berebut untuk bisa melewatinya. 

Meski sudah memiliki 4 jalur, yakni dua jalur utama dan dua jalur tambahan namun jalan Ahmad Yani ini tak pernah sepi dilewati kendaraan. Padat merayap. Namun, di malam ke-5 Lebaran jalan ini kehilangan ruhnya. Di jalur utama hanya nampak beberapa kendaraan yang melewatinya dengan bebas tanda kendala. Kamipun dengan mudah dan cepat melewatinya menuju Sidoarjo.

Malam itu kami memutuskan untuk berlebaran dan menginap di rumah kakak saya di Sidoarjo. Keesokan paginya setelah mengisi perut, kami melanjutkan perjalanan menuju Lumajang. Baru dua jam perjalanan, badan yang sudah letih karena kesibukan sejak meninggalnya Bapak mertua ini minta haknya untuk beristirahat. Kepala kami menoleh ke kanan dan kiri. 

Mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat. Tiba-tiba terpapang dihadapan kami sebuah spanduk Rest Area. Awalnya kami agak canggung untuk mampir, karena lokasi rest area tersebut berada di sebuah Koramil di daerah Pasuruan. Namun kami disambut dengan ramah oleh Bapak tentara  yang sedang tugas jaga disana.

Sebuah tenda hijau khas tentara berdiri kokoh didalam halaman Koramil. Di dalam tenda telah disiapkan meja dan kursi serta alat pemanas air beserta pelengkapnya gelas dan sendok. Sajianpun disuguhkan, beliau dengan sigapnya mengambilkan minuman dan membuka sajian Lebaran di meja. Suasana tampak lengang. Di tenda tersebut hanya kami berempat yang menjadi tamunya. Wihhh tamu spesial. 

Anak-anak memakan dengan lahap biscuit yang disajikan. Sementara suami asyik bercengkrama dengan Bapak tentara. Saking asyiknya suami sampai lupa berkenalan dengan beliau. Hi... Hi... Hi...

Setelah beberapa saat, kami dipersilahkan untuk istirahat di dalam mushola. Beliau membuka mushola dan menyalakan kipas angin di dalamnya. Anak-anak kegirangan dengan serta merta masuk dan merebahkan badannya di dalam. 

Kamipun menyusul kemudian. Alhamdulillah. Merebahkan punggung diatas lantai mushola sangat nikmat. Mengingat beberapa hari belakangan ini kami kurang beristirahat. Mondar-mandir, bolak-balik rumah kami dan rumah mertua. Ditambah lagi sekarang melakukan perjalanan jauh. Tak lama kamipun pamit dan melanjutkan perjalanan kami yang masih panjang.

Jalanan kota Pasuruan sudah mulai padat. Mobil, sepeda motor memadati jalan arteri kota Pasuruan. Busana muslim menghiasai jalanan kota Pasuruan. Berbagai model pakaian berkerudung dan peci menandakan pemakainya hendak berlebaran. Sebuah Tossa kendaraan kecil berbak terbuka lewat disamping motor kami. Baknya berisi beberapa penumpang. Ada anak-anak dan dewasa. Ah jadi teringat dulu pernah naik pick up dan naik di bak belakang bersama saudara dan tetangga demi melihat pasar malam di stadion kota Lumajang. Tersenyum saya mengingat kejadian kala itu.

Pemberhentian kedua kami adalah di pom Bensin Grati Pasuruan. Sambil menunggu suami yang sedang mengisi bensin saya duduk d trotoar sembari menggendong putri kecil saya sedang tidur. Saya melihat antrian yang cukup panjang di pom bensin tersebut. Dari luar antrian saya melihat seorang Bapak tua hendak menyerobot antrian. Memakai sarung dan berkopyah hitam. 

Saya mengenali beliau sebagai penduduk asli Pasuruan dengan sukunya yang khas. Tiba-tiba putri kecil saya bangun dan mencari kakaknya. Saya tunjukkan kakaknya yang sedang antri bersama abahnya. Sang kakak melambai dan menunjukkan telur puyuh yang dibelikan abahnya. Huahhhh. Tangispun pecah. Si kecil minta dibelikan telur yang sama dengan kakaknya. Sayapun kebingungan mencari penjual telur puyuh yang sudah menjauh dari antrian. 

Ternyata penjualnya ada di sisi lain pom bensin. Jaraknya cukup jauh untuk kami berjalan. Sayapun menenangkan putri kecil kami dan memintanya bersabar sebentar menunggu abahnya selesai mengisi bensin. Alhamdulllah selesai mengisi bensin penjualnya tidak pergi kemana-mana sehingga putri kecil kami bisa mendapatkan telur puyuh yang diinginkan. Alhamdulillah

Perjalanan kami berlanjut ke arah Probolinggo. Di kota tersebut kami hanya mampir sebentar di  masjid untuk buang hajat. Langsung tancap gas ke arah Lumajang. Melewati gapura bertuliskan Selamat Datang di Kabupaten Lumajang rasanya hati ini lega sekali. Meski perjalanan masih jauh karena desa saya berbatasan dengan Kabupaten selanjutnya yaitu Jember, namun sudah merasakan senang berada di kota kelahiran. Sampai di kecamatan Klakah suami tiba-tiba sedikit  berteriak

" Ahhh...!!! "

" Kenapa bah?"

" Ngantuk berat mi "

" Ya sudah, berhenti dulu. Istirahat. "

Kami  mencari tempat istirahat. Tempat yang kami tuju adalah rest area PLN Klakah. Tempat ini adalah pilihan dari beberapa tenpat yang kurang proposional untuk beristirahat. 

Di rest area tersebut selain disediakan tenda istirahat juga ada mushola kecil sehingga kami bisa sekalian sholat dhuhur. Ternyata rest area yang satu ini lebih dari ekspetasi kami. 

Selain ada tempat duduk sofa untuk memanjakan pantat kami yang sejak pagi duduk di jok motor, juga disediakan sajian yang luar biasa. Ada kopi dua warna, yaitu kopi hitam dan kopi putih alias white coffe juga ada mie gelas untuk pengganjal perut. Selain itu di meja tamu juga tersedia aneka kue Lebaran lengkap dengan minuman kemasan dengan ukuran kecil. Benar-benar jamuan yang luar biasa.

Selesai melepas penat, kantuk dan rasa lapar plus menunaikan sholat, kami melanjutkan perjalanan. Kini tujuan kami adalah rumah Om yang ada di salah satu cluster di Sukodono. Namun rupanya kami belum berjodoh dengan Om dan keluarga. Beliau sekeluarga sedang tidak ada di rumah. Maka kamipun menuju ke tempat berikutnya yaitu rumah tante saya. Lek Hus begitu saya memanggil beliau.

Lengang...

Kami mendapati rumah yang  berukuran besar itu tampak sepi. Tapi satu hal yang membuat kami yakin bahwa beliau ada di rumah adalah mobil yang terparkir di luar halaman. Kamipun mengetuk pintu. Namun hingga ketukan dan salam yang kedua tidak ada sahutan dari dalam. Ketukan dan salam ketiga kami ucapkan. Beberapa menit kemudian kami sudah bersiap untuk pergi karena belum juga ada sahutan. 

Namun ketika hendak menaiki motor ternyata pintu terbuka dan tampaklah wajah Lek Husna. Lagi-lagi kami berucap syukur. Niatan kami tidak lama di rumah Lek Hus karena kami harus melanjutkan perjalanan ke desa Sidorejo Pepe, desa yang menjadi saksi tumbuh dan besarnya saya. Namun Allah SWT berkehendak lain. Hujan turun dengan derasnya memaksa kami untuk bertahan disana. 

Kamipun dipersilahkan untuk istirahat di kamar. Setealah tidur siang, makan dan bersih diri kami berencana bertolak ke desa saya, namun diluar masih hujan. Hingga akhirnya pukul 16.47 hujan mulai reda dan kamipun bisa melanjutkan perjalanan ke desa saya.

Perjalanan menuju titik pemberhentian selanjutnya ini cukup menyenangkan bagi saya dan anak-anak saya. Mereka dimanjakan dengan sawah yang membentang luas dengan berbagai aktivitasnya. 

Bau tanah yang khas selepas diguyur air hujan. Bau yang jarang saya dapati di Surabaya. Anak-anak asyik melihat burung-burng yang terbang di atas sawah, orang-orangan sawah, dan kerbau yang sedang bermain di sawah. 

Mereka takjub dengan jumlah kerbau yang begitu banyak. Hampir setiap sawah terdapat beberapa ekor kerbau. Anak-anakpun mulai menghitung jumlah kerbau yang ada. Tidak terasa kamipun tiba di desa saya setelah matahari mulai menyembunyikan diri dan gelap mulai merayap.

Alhamdulillah kami bersyukur meski dengan berbagai rintangan yang ada bisa menempuh perjalanan mudik dengan lancar. Sambutan hangat dari keluarga membuat kami seakan lupa dengan letih yang ada.

Hanya sehari kami singgah di desa tempat tinggal saya sewaktu kecil. Bersilahturahmi dengan saudara yang ada disana kemudian melanjutkan perjalanan ke Jember untuk bersua dengan Budhe dan saudara lainnya yang tinggal disana. Namun itupun tidak lama. 

Keesokan harinya kami harus segera kembali ke Surabaya. Dua hari yang indah, saya lalui bersama keluarga kecil menjalani mudik Lebaran. Gili Ketapang yang menjadi impian sebelumnya tak sempat lagi kami kunjungi. Karena amanah sudah menanti. Selamat tinggal kampung halaman. Selamat tinggal Gili Ketapang. Semoga kami bisa mengunjungimu di lain kesempatan. Aamiin...

#Syawal1439H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun