Perjanjian Fidusia merupakan hubungan perjanjian antara pemilik penjamin dengan penerima jaminan, atau biasa kita sebut dengan hubungan perjanjian antara debitur dan kreditur. Melibatkan penjaminan yang kedudukanya masih berada dalam penguasaan si pemilik jaminan. Pengaturan mengenai jaminan fidusia diatur pada Undang-undang No 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, pihak debitur disebut sebagai pemberi fidusia sedangkan pihak kreditur disebut sebagai penerima fidusia.
Penarikan objek jaminan yang dilakukan oleh perusahaan leasing, atau kreditur biasanya menggunakan pihak ketiga untuk melanggengkan upaya penarikan objek jaminan yang biasa sekali menggunakan kekerasan verbal maupun nonverbal, atau teror yang membuat pihak debitur ketakutan dan tidak nyaman.
Namun berdasarkan Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 frasa "Kekuatan Eksekutorial" dan frasa "sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap" pada Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No 42 tahun 1999 tantang jaminan fidusia bertentangan dengan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila didalam perjanjian Jaminan Fidusia tidak dibahas mengenai "cidera janji" atau wanprestasi, dan pihak debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia. maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Sehingga dalam konsepsi hukum pidana apabila penarikan dilakukan oleh kreditur menggunakan jasa pihak ketiga yang menggunakan cara-cara pemaksaan dan ancaman perampasan sehingga menyebabkan pihak debitur merasa takut, resah, dan tidak nyaman dapat dikenakan jeratan pidana dengan Pasal 368 KUHP tentang perampasan
maka untuk para debitur tidak usah takut untuk melaporkan kejadian-kejadian perampasan yang dilakukan oleh perusahaan kreditur menggunakan jasa pihak ketiga kepada pihak Kepolisian selaku aparat penegak hukum. Â Mengingat bahwa eksekusi bukanlah merupakan hal yang mudah dilakukan maka diperlukan dasar hukum, dan dukungan dari aparat penegak hukum secara legal