Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Penulis - Hanya orang biasa

Hidup ini indah kalau kita bisa menikmatinya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

KL Nai 06: Woles Itu Sejenis Kera?

21 Oktober 2017   21:25 Diperbarui: 21 Oktober 2017   21:44 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Sentang jarang sekali tetangga berdekatan. Paling dekat 1 kilometer jaraknya. Tanahnya serba luas. Ditanami apa saja tumbuh subur tanpa perlu dipupuk. Pantas Ramli cepat kaya. Ramli menyetir tanpa mengajakku bicara. Gimana mau bicara jika ia buka musik hingga telingaku nyaris pekak. Di warnet aku sering membuka musik, tapi musik lembut, bukan jenis Rock yang sekarang sedang menghancurkan gendang telingaku.

" Woles aja, Don... hari masih pagi." Aku ingin menyekak musiknya.

" Woles ? Apa itu Woles ? " tanya Ramli mengalahkan suara musik yang dibukanya.

Aku mengejeknya dalam hati. Woles aja engga tahu, telat lu, Don ! Padahal Woles itu bahasa gaul remaja yang main di warnetku, artinya pelan pelan, diambil dari bahasa Inggris Slow yang ditulis terbalik.

" Woles itu sejenis kera berekor panjang yang kepalanya kecil..." sekalian aku membuat Ramli bingung. Biar dia cepat botak akibat sering garuk garuk kepala.

Tika tertawa. Ketawanya heboh sampai kelihatan gigi taringnya. Aku harus memuji kemulusan giginya. Berarti Tika rajin gosok gigi. Tidak rugi Ramli mendapat istrinya yang giginya bersih, berciuman bisa tahaaaaan lama. (Ini kuadopsi dari iklan pasta gigi).

" Dimana habitatnya ? " tanya Ramli, masih tak mau mengecilkan suara musik.

" Tidak tahu. Aku nemunya di Youtube " jawabku seenakku.

" Dasar penjaga warnet !" Maki Ramli. Tika ketawa semakin lebar, tiba tiba ia berhenti tertawa dan menutup mulutnya dengan tangan. Pasti rahangnya keseleo, tebakku. Seiring itu, mobil mengerem mendadak. Terdengar suara duk tidak terlalu keras. Mobil berhenti. Musik Rocknya tetap menyalak kayak anjing jalanan. Ramli memburu keluar, begitu juga Tika. Aku terheran heran. Ngapain mereka ? Mau pipis barengan ? Aku ikut keluar, ikut mereka melongok ke belakang. Seekor kera tergeletak di tengah jalan. Pasti kera itu tidak mengenal rambu lalin sehingga menyeberang sembarangan dan tewas seperti ini.

" Wah, ini pertanda jelek !" keluh Ramli dengan wajah tak sedap dipandang, sedangkan Tika terbengong seakan akan tersihir pesulap yang baru belajar.

Nabrak kera aja dibilang pertanda jelek. Dasar Ramli. Apa sejak pindah ke kampung begini ia jadi percaya tahkyul?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun