Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 265-266

30 Juli 2018   05:54 Diperbarui: 30 Juli 2018   06:48 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini Awai bersikap lain. Awai berdiri saat ia makan. Saat disilahkan duduk, Awai tetap berdiri.

" Tiong It. Aku meminta pengertianmu. Ibuku bermain judi dengan cara menggadaikan rumahku. Ibuku berjanji akan berhenti jika aku tidak berhubungan denganmu. Maukah kamu mengerti ? Aku tak ingin kehilangan rumahku. Aku tak ingin adik adikku menjadi gelandangan seandainya ibuku tetap berjudi. Maafkan aku... mulai hari ini makanlah di rumahmu, jangan membuang waktumu lagi, dan terimalah cinta So Ting Ling." Kata Awai dengan hati terluka namun berusaha bersikap tegar.

Tiong It terdiam. Ia tak menyangka akan diminta tidak datang lagi kesini setiap siang. Ia terdiam hingga lupa bersuara. Hingga akhirnya ia tersadar dan berkata,

" Tapi, aku mencintaimu, Awai. Aku mencintaimu dengan setulus hatiku."

" Cinta butuh pengorbanan, Tiong It. Aku rela berkorban demi adik-adikku, ayahku, dan keluargaku, Maaf... aku mengecewakanmu. Saat ini... hanya inilah yang bisa kulakukan demi menyelamatkan kelaurgaku. Aku tak ingin kehilangan tempat tinggal. Aku tak ingin adik-adik dan papa lebih menderita lagi. Maafkan aku.. Tiong It... maukah kamu menggerti? "

Tiong It tak bisa mengerti. Ia terdiam hingga mirip patung. Awai berjalan pelan meninggalkannya, dan tidak keluar dari dapur hingga jam 1 siang. Dengan langkah gontai Tiong It meninggalkan Sudi Mampir.

Awai tak ingin menceritakan kejadian itu pada siapapun, namun Tiong It tak sanggup menahan perasaannya. Ia mengunjungi Yolana, dan menceritakan apa yang terjadi dengan keluarga Awai.

" Sial ! Awai sungguh sial mendapat ibu sekejam itu. Kenapa wanita sejahat itu tidak disambar petir !" umpat Yolana berulang-ulang.

Tiong it tak berani bersuara. Bukan sifatnya mencaci maki seseorang walau ia tak menyukai orang itu. Yolana melihat kebingungan Tiong it. Ia mengelus kepala Tiong It.

" Jangan putus asa, ya. Hidupmu masih panjang. Selagi ada nafas, selagi itu ada harapan," Hibur Yolana.

" Aku tahu. Makcik tak usah kuatir. Aku sudah tahu kisah cinta kami takkan berjalan mudah. Selain dendam keluargaku dengan keluarga ibunya Awai, kini rumah Awai nyaris tergadai. Aku akan terus berharap, terus berharap, dan berharap agar kami selalu bisa bersama. "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun