Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 261-262

27 Juli 2018   06:51 Diperbarui: 27 Juli 2018   07:57 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awai tahu abangnya tak bisa berbuat apa-apa. Ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Apa yang bisa menghentikan kegilaan ibunya ? Berapa lama lagi mereka bisa bertahan tinggal di rumah mereka ?

Akhirnya, penantiannya berakhir. Jam 3 saat ia membuang sisa makanan, air surut hingga di bawah dermaga, yang tersisa tersisa lumpur. Sampan itu tergantung oleh dua tali yang diiikat di setiap ujungnya, mirip sebuah buaian bayi. Awai serasa ingat ia pernah melihat buaian bayi yang terikat di antara dua pohon. Dimana ia pernah melihat hal itu ?

Bing Ti mengintai dari pangkal dermaga. Awai tak bisa turun tanpa ketahuan. Namun ia tak kehilangan akal. Ia membuangg sisa makanan, lalu kembali ke kedai kopi. Bing Ti mengikutinya hingga ke rumah sakit, setelah itu menghilang entah kemana. Melihat Bing Ti menghilang, Awai kembali ke pasar. Ia meminta goni rusak dari pedagang beras dua buah. Dibalutnya kedua tangannya, lalu ia menuju ujung dermaga sambil menaiki sepedanya.

Ia menyandarkan sepeda di tiang dermaga. Sebelum turun, ia melihat ke pangkal dermaga. Siapa tahu Bing Ti masih mengekorinya. Untungnya tidak. ia turun dengan gaya merayap, lalu berjalan di lumpur sambil berpegangan di kayu dermaga. Tangannya terbalut karung goni, tidak terluka oleh tajamnya kulit tritip. Akhirnya ia berhasil tiba di tengah bawah dermaga dimana perahu itu terikat. Ia memanjat untuk mencapai perahu itu.

Perahu itu perahu kayu biasa. Di dalamnya ada dayung, ada sebuah tas, ada sebuah kotak kayu. Awai berpegangan pada pinggiran perahu. Karung pembalut tangan dibuka agar ia bisa membuka tas. Tasnya berisi pakaian. Pakaian wanita dewasa. Ada kain memanjang, jika dililitkan ke muka, wajahnya tertutup rapat hingga tinggal mata. Ia mengembalikan semua barang. Tas kembali ditutup. Ia membuka penutup peti. Ada peralatan memasak, bahkan ada kompor minyak tanah ! Banyak pecahan kramik. Tidak ditemukan jala, pancing, atau perlatan menangkap ikan lainnya.

" Siapa yang bisa memberitahuku barang milik siapa ini ? Apakah ini milik wanita yang menolongku ? " Awai membalut kembali tangannya dengan goni, ia turun dan berjalan kembali ke tempat ia turun tadi. Ia naik ke dermaga. Duduk sambil mengelap kakinya yang kotor dengan goni yang tadi membalut tangannya. Setelah bersih, dibuangnya goni itu ke bawah. Ia duduk di dermaga seorang diri.

" Siapa wanita misterius pemilik perahu itu ? Kenapa dia menolongku ? Kenapa pula dia menemui Makcik Yo di tengah malam yang sepi ?"

Ia tak bisa termenung terlalu lama. Ia harus pulang untuk mengajak ayahnya melatih kaki.

Rumah tak pernah tenang jika ibunya pulang. Selalu ada suara bantingan panci, kuali, dan kaleng, atau kursi. Lama-kelamaan Awai tak tahan. Berapa lama lagi kekalahan ibunya berterusan hingga rumahnya disita bandar judi ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun