Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 233-234

16 Juli 2018   05:36 Diperbarui: 16 Juli 2018   06:52 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sampul cover buku novel

Benarkah Paman Ho gampang dirayu wanita gatal ? Awai tak berani bertanya, takut Yolana ngoceh semakin tak karuan.

" Aku pamit, makcik. Aku tak bisa lama. Aku harus mengajak papa melatih kakinya." Kata Awai.

" Sampaikan salamku pada gantengmu, bilang terima kasih atas kebaikannya telah meminta roh wanita bunuh diri itu tak mengganggu Joyah. Aku membeli rumah itu karena murah, bukan untuk menetap disana. Jadi, peduli amat berhantu atau tidak !" suara Yolana menggelegar. Awai hanya mengangguk, lalu keluar dari kamar itu. Kam Bing Ti tak tampak batang hidungnya. Awai menggowes pulang ke rumahnya.

Ting Ling tak suka berkeringat. Ia sangat menjaga penampilan. Kemana mana naik beca. Ibunya pernah menyuruhnya belajar naik sepeda. Ting Ling menolak dengan alasan naik sepeda menjatuhkan gengsinya. Sejak itu ibunya tak pernah menyuruhnya lagi.

Hari ini ibunya tak bisa memasak berhubung sejak pagi bolak balik ke kamar mandi menguras isi perutnya. Ibunya keletihan. Ting Ling disuruh ibunya membeli lauk ke restoran Jogjakarta. Restoran Jogyakarta merupakan restoran bergengsi, masakannya paling mahal. Ting Ling memesan semangkuk sup hipio yang dimasak bakso ikan, semangkok capcai, dan semangkok ikan senangin yang dimasak kaldu tomat bersama bawang bombai. Ketiga lauk itu dimasukkan ke rantang. Ia naik beca untuk pulang ke rumah. Saat ia naik ke beca, ia melihat Tiong It bersepeda menuju pasar.

" Pasti pergi mencari Awai. Ternyata mereka mengubah jam pertemuan mereka. Sialan, pantas si kambing tak berhasil menangkap basah pertemuan mereka." Ting Ling meminta tukang beca mengantarnya ke pasar, langsung ke dermaga. Ia terbengong melihat dermaga itu kosong.

" Sialan, apa aku salah lihat ? " Ting Ling mencari sepeda yang dipakai Tiong It. Ia tak melihat sepeda itu dimana mana. Mau tak mau ia pulang agar ibunya tidak mengomelinya.

Awai merasa heran. Semakin lama ia semakin jarang bertemu ibunya. Kemana ibunya pergidari pagi hingga malam baru pulang ? Ia bertanya pada adik adiknya, adik-adiknya tak ada yang tahu. Ia bertanya pada kakak dan abangnya, juga tak ada yang tahu. Apa ibunya bekerja? Kalau bekerja, kerja dimana, dan sebagai apa ?

" Aneh, kenapa Kambing tidak mengekoriku lagi ? " guman Awai pada suatu siang kala mereka duduk bersama. Setiap meja dibatasi sebuah sekat, mereka aman dari tatapan orang yang lalu lalang di jalan.

" Mungkin sudah bosan. Menurutmu, siapa yang membayar Kambing untuk mengawasimu? Aku tak yakin itu perintah ibumu. " kata Tiong It.

" Ibu takkan menghabiskan uang untuk memata-mataiku. Entah kenapa aku tetap berpendapat Ting Ling yang melakukannya. Ting Ling banyak uang, bisa melakukan apa saja." Kata Awai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun