" Kalau kamu patuh, aku kehilanganmu..." ucap Tiong It dengan nada pedih.
" Kalau aku patuh, aku takkan duduk bersamamu sekarang,"
Tiong It mengartikan kata-kata itu sebagai tanda bahwa Awai membalas cintanya.
" Aku sungguh tak berguna, tak bisa melindungimu dari pukulan ibumu."
" Lama-lama aku terbiasa dipukul mama. Jangan kuatir. Kamu rela makan lontong demi bertemu denganku. Itu bagiku sangat berarti, sangat kuhargai, dan setelah makan, pulanglah... aku tak ingin ibuku menyerbu kesini untuk membuat keributan."
Tiong It mengangguk. Ia merasa itu cara terbaik menghadapi masalah mereka. Ia makan setengah piring." Aku sudah kenyang. Tolong berikan sisa makanan ini pada ikan-ikan di laut. Tolong minta ikan ikan itu menyampaikan pada Hantu Laut bahwa aku berterima kasih Hantu Laut tidak menggigitmu."
Awai tersenyum sambil meringis. Ia mengambil piring itu, memakan sisa makanan Tiong It tanpa malu malu. Gantian Tiong It terperangah. Tapi ia tak bersuara. Awai hanya makan sedikit.
" Kalau kurang, kupesankan lagi. " kata Tiong It, mengira Awai belum makan siang.
" Tidak usah. Paman Hsu tadi memesan nasi kari untukku. Aku hanya ingin mencicipi sisa makananmu, dan berbagi separo makanan dengan ikan. Pulanglah, akan kusampaikan pesanmu pada Hantu Laut,"
Tiong It tahu, andai ia terlalu lama, akan ketahuan oleh seseorang yang mengintai Awai, atau mengintainya. Jika ketahuan mereka berduaan, Awai pasti disiksa lagi. Ia tak ingin Awai kesakitan lagi. Ia mengangguk dan berjalan keluar menuju jalan raya.
Jam 3, Awai menenteng seember sisa makanan menuju ujung dermaga. Ia menyapa penjual ayam, penjual kepiting, menyapa tukang perahu. Setibanya di ujung dermaga, ia menuang sisa makanan itu ke laut. Ikan-ikan berebut memakan sisa makanan itu.