Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 213-215

2 Juli 2018   06:22 Diperbarui: 2 Juli 2018   07:05 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat bersepeda pulang, di tanah kosong dekat kandang babi Awai dicegat oleh Han Tiong It. Awai menghentikan sepedanya. Ia menatap Han Tiong It, bertanya dalam hati, berapa lama kamu menungguku disini, Tiong It? Kenapa tak menunggu di depan kelenteng ?

"Awai, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Aku tahu ibumu tak mengizinkanmu bergaul denganku, tapi dengarlah apa yang ada di lubuk hatiku. Sejak pertama bertemu, aku sudah suka padamu, aku ingin kamu menjadi belahan jiwaku, bersama sama mengarungi hidup ini. Aku serius dengan ucapanku. Aku ingin bertanya, apakah kamu punya perasaan yang sama padaku ?" tanya Tiong It dengan wajah sebentar merah sebentar putih, mengikuti gejolak hatinya.

Awai tak mengira Tiong It akan begitu berterus terang. Apakah ia harus menjawab sekarang ? Apakah mungkin mereka bersama setelah apa yang diceritakan Hsu Natan ? Ibunya menganggap papanya setelah sakit tak berguna, tak bisa menjadi kepala keluarga. Kalau ia mengatakan ia juga suka pada Tiong It, berapa banyak halangan yang harus mereka lalui ?

Hati Awai bimbang." Aku... aku tak tahu harus menjawab apa, Tiong It. Aku masih bingung dengan status yang ditetapkan ibuku. Apakah aku harus melawan larangannya ? Ayah tak bisa berbuat apa apa. Ibuku yang berkuasa. Aku kuatir... kamu akan mengalami banyak kesulitan andai kita terus maju."

Tiong It tak putus asa." Aku tahu kamu masih bingung. Aku bersedia menunggu."

" Aku tak memintamu menunggu, Tiong It. Jika kamu memilih orang lain, aku tak menyalahkanmu kok. " kata Awai sambil menggigit bibirnya.

" Tidak. Aku akan menunggumu. Sampai kapan pun aku akan menungggumu." Tekad Tiong It.

Awai tersenyum kelu. " Maukah kamu minggir? Aku harus pulang untuk mengajak papa melatih kakinya."

Tiong It meminggir, membiarkan sepeda Awai lewat. Ia menatap punggung Awai hingga hilang dari pandangan.

Ting Ling menunggu hasil ujian dengan hati tak sabar. Jika lulus ia akan belajar salon kecantikan ke Medan, pulangnya ia akan membuka salon di Bengkalis. Hatinya masih membara kalau memikirkan ia kalah dari Awai dalam mendapatkan perhatian Tiong It. Di Bengkalis, keluarga yang kaya tidak banyak. Hanya beberapa. Keluarga Chang kaya berkat liur walet. Ia ogah jadi menantu kelaurga Chang. Nanti tiap hari dikurung untuk membersihkan liur walet.

Ia mengincar Han Tiong It. Tiong It setelah tamat sekolah pasti mengurus pabrik es. Ia melihat nyonya Han hidupnya senang. Di rumah hanya mengurus anak, memasak, dan di waktu luang mengikuti arisan atau sekkuei bersama anak anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun