Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 163-165

7 Juni 2018   06:37 Diperbarui: 7 Juni 2018   07:17 1072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keluarga ini akan tenggelam dililit hutang kalau tidak ada penambahan penghasilan. Ternak yang dipelihara mulai dijual untuk menutupi kebutuhan hidup, lama-kelamaan habis.

" Kita sedang melarat, semua gara-gara papa kalian mati sebelah. Apa aku harus menjual kalian satu per satu untuk menutupi kebutuhan hidup kita ? " tanya Huina pada suatu malam

Akun, Awai, Alex, Ani dan Atuan saling tatap. Semua ngeri membayangkan mereka dijual untuk dijadikan kuli penjemur ikan di paitia-paitia tempat orang membuat ikan asin di tengah laut. ( Paitia, tempat penjemuran ikan, terbuat dari nibung/bambu, sengaja dibangun di laut untuk menghindari lalat, anjing, kucing, selain itu, kaki paitia akan ditumbuhi kijing, kepa, atau kerang batu sebagai penghasilan tambahan).

" Ayah kalian pria tak bertanggung jawab, lihat orang lain. Selain bekerja, mereka punya tabungan, punya tanah, punya kapal besar. Kita, apa yang kita punya ? Semua habis dimakan ! Sekarang kita melarat, melarat ! Mau makan pun tak ada yang bersedia memberi utang. Ayo kalian, bantu mama berpikir bagaimana cara meneruskan hidup ?!"

Semua diam.

" Awai ! Kamu paling besar sekarang ! Coba bantu mama berpikir !!" seru Huina.

Awai tak ingin membantah. Kenapa ia dibilang anak paling besar? Anak paling besar itu Akian, anak perempuan yang belum menikah paling besar itu Asuat. Ia seharusnya masih sekolah. Kenapa beban itu jatuh ke pundaknya?

" Begitulah, kalau ditanya semua diam. Tapi kalau makan, semua mulut melebar kayak mulut babi !" teriak Huina. Di kamar, Tan Suki mendengar teriakan istrinya, airmatanya mengucur tiada henti. Ia meremas selimut dengan tangan gemetar.

" Awai, besok kubekali kamu dengan sebuah batok kelapa. Ajak papamu ke pasar, mengemislah demi kelangsungan hidup adik-adikmu !" perintah Huina.

Wajah Awai pucat-pasi. Ia disuruh mengemis bersama papanya ? Alangkah memalukan ! Tapi, selain itu, bagaimana caranya mencari uang ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun