Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 158-160

5 Juni 2018   06:15 Diperbarui: 5 Juni 2018   08:27 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiong It semakin kagum mendengar rencana Awai. Ia mengambil tangan Awai, mengggenggam dengan erat. " Itu artinya kamu tak bisa ikut ujian akhir SMP ?"

" Gapapa. Aku rela kehilangan selembar ijazah asal bisa merawat papa."

" Betapa mulia hatimu, Awai. Aku salut padamu."

" Terima kasih. "

Awai membiarkan tangannya digenggam. Ia tak berani balas menggenggam. Ia tahu masa depannya penuh mendung hitam. Tiong It baik padanya, Ibu Tiong It juga pernah bersikap baik padanya, namun, ayah Tiong It belum pernah ditemuinya, apa reaksi Han Tong Long saat mengetahui anaknya ingin menjalin tali kasih dengan seorang gadis miskin yang bekerja di gudang penampungan ikan ?

Sarapan yang diantar Alek pagi ini terdiri dari 4 potong singkong rebus dan seekor ikan asin. Awai bersyukur masih mendapat kiriman, artinya ia tak perlu merepotkan makcik Yo membagi sarapan dengannya. Kalau bisa, ia tak ingin merepotkan orang lain. Sebisa mungkin ia ingin mengurus papanya dan dirinya sendiri.

Jam 9 seorang lelaki muncul sambil membawa sekeranjang rambutan. Lelaki itu mencium pipi Yolana dengan senyum mirip Charles Bronson. Kulitnya hitam, rambut tebal, kekar berotot, khas pelaut yang sering terpapar sinar matahari.

" Bagaimana kakimu, sayangku. Apakah sudah boleh dibawa berjalan-jalan ? Kalau boleh, aku akan mengajakmu makan di restoran. "

Yolana galak terhadap semua orang, namun terhadap pria itu menunjukkan kemanjaan seekor merpati. Senyumnya full, memerlihatkan gigi yang putih bersih laksana porselin. " Kalau ingin mengajakku makan enak, tak perlu menunggu kakiku sembuh. Gendong aku ke beca, nanti kubalas dengan seratus kecupan di dada."

Awai terbelalak mendengar omongan Yolana. Orang selalu mengatakan mengecup pipi, mengecup kening, mengecup mata. Kenapa Yolana ingin mengecup dada suaminya? Apa enaknya mengecup dada? Bukankah di dada selalu ada keringat, apa baunya gak asem kecut ? Ia menebak pria tinggi tegap itu adalah paman Hoki, atau lengkapnya Hoki Hokianto.

Mata Hoki Hokianto berkedip-kedip, mirip bola lampu listrik yang tegangannya turun naik. Tangannya diulurkan, hup, Yolana didekap dan digendong. Ternyata Hokianto sekuat kuli pelabuhan, sanggup mengangkat sekarung beras yang beratnya 100 kg.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun