" Bukan tak berani datang karena takut dihamuk calon mertua gila ?" skak Yolana.
" Takut juga sih. Tapi sungguh, makcik, mesin es kami sedang dicuci, aku membantu mengawasi pekerja."
" Alasan saja ! Gimana pesanku? Sudah disampaikan ke suamiku ?" tanya Yolana.
" Sudah, makcik. Pakcik bilang besok dia kemari."
" Bagus kalau begitu."
" Kuucapkan terima kasih karena makcik telah menolong Awai. Akan kubalas kebaikan makcik. Jika butuh sesuatu, katakanlah, Aku pasti melaksanakan perintah makcik sesegera mungkin. "
" Aku tak butuh apa apa. Awai yang butuh istirahat. Ajaklah dia berjalan-jalan. Jangan hanya ke kantin. Ajak nonton ke bioskop. Nih, duit buat membeli karcis. " Yolana membuka dompet, mengambil beberapa lembar duit dan ingin diserahkan ke Tiong It.
Awai kaget mendengar omongan Yolana. Kenapa Yolana begitu baik padanya ?
" Tak usah, makcik. Aku punya duit. Simpanlah duit makcik. Aku akan membayar dengan uangku. Untuk Awai, itu kewajibanku." Kata Tiong It berusaha digagah-gagahkan.
" Aku tak bisa pergi, Tiong It. Aku harus menjaga papa. " Tolak Awai.
" Tak usah kuatir, Awai. Pergilah. Aku yang menjaga ayahmu." Kata Yolana santai.