Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 83-86

5 Mei 2018   09:24 Diperbarui: 5 Mei 2018   09:33 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tok Samat datang sekitar jam 8 malam. Semua persembahan sudah disiapkan. Tok Samat meminta bahan persembahan dibawa ke pohon durian. Ayam diikat di pohon durian satunya, kambing diikat di pohon yang lain.

" Tutup pintu. Jangan ada yang mengintip. Setelah membaca doa, aku langsung pulang. Besok pagi jam 5.30 keluarlah untuk melihat apakah persembahan masih ada. Kalau ada, artinya permintaan maaf ditolak, penyakit susah sembuh. Jika persembahan hilang, artinya pesakit akan sembuh. Kalian mengerti omonganku ?" tanya Tok Samat.

Semua menganggguk. Tok Samat berjalan keluar. Pintu ditutup, semua langsung masuk ke kamar untuk menjaga pesakit atau berusaha tidur di kamar masing masing.

Pagi berikutnya, semua berkumpul di pintu belakang pada jam 5.30 pagi. Semua berlari keluar setelah pintu dibuka. Semua berlari ke pohon durian. Semua tertegun. Ayam dan kambing yang semalam mengembik dan berkotek tiada henti akibat diikat di pohon durian, tak tampak batang hidungnya. Nasi kunyit tinggal piring. Telor dan ayam gulai hilang, lenyap tak berbekas, begitu juga pisang raja 5 sisir. Semua sontak kembali ke kamar Tan Suki.

Tan Suki masih berbaring, tak bisa bergerak. Matanya diputar ke atas, lalu ke bawah. Terdengar suara ahh... akh... ekjhh.. dari mulut Tan Suki, seakan tercekik sesuatu.

Huina menyerbu suaminya, mengira suaminya mulai bisa bicara. Ia bertanya kenapa Tan Suki bisa jatuh, kenapa pingsan, kenapa tidak bergerak dan bicara selama 2 hari 2 malam.

Hanya 3 kata tak jelas itu yang keluar dari mulut Tan Suki... ahh... akh... ekjhh..

Tangisan Huina meledak disertai anak-anaknya. Dua pengobatan hanya menghasilkan 3 kata tak jelas. Tampaknya pengobatan akan berjalan lama. Tampaknya Tuhan ingin menguji kesabaran keluarga ini. Setelah menangis, semua kepala tertunduk lesu membayangkan suramnya masa depan yang akan mereka hadapi.

Setelah gagal pengobatan ala dukun dan paranormal, Huina dibisiki saudaranya agar membawa suaminya ke rumah sakit. Tanpa berpikir lagi Huina menyuruh Akun pergi memanggil becak. Dengan didudukkan di beca Tan Suki dibawa ke rumah sakit.

Dokter bertanya apakah Tan Suki terjatuh di kamar mandi. Huina tak bisa menjawab, hanya menangis dan meratap atas kesialan yang menimpanya. Akun dan Awai yang ikut mengawal ayah mereka ke rumah sakit ditanyai dokter. Dengan lancar keduanya menjelaskan apa yang terjadi di pagi naas itu.

Pada masa ini (1975) belum dikenal istilah stroke. Dokter yang memeriksa Tan Suki mengatakan berkemungkinan pembuluh darah di otak Suki ada yang pecah. Penyebabnya bisa karena darah tinggi, darah yang terlalu kental, jatuh membentur sesuatu, atau sering menyantap makanan yang terlalu berlemak. Penyakit semacam ini akan menyebabkan kelumpuhan sebelah, atau yang paling populer penyakit ini disebut masyarakat dengan istilah mati sebelah. Mendengar hal itu Huina meraung semakin menjadi-jadi, meratapi kemalangan nasibnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun