Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Beauty and The Beast (71)

23 April 2019   05:23 Diperbarui: 23 April 2019   05:38 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


 Ia membuka pintu, naik ke atas, masuk ke kamar, lalu mandi. Ia melihat sebuah kepala menghilang ke atas saat ia keluar dari kamar mandi. Ia masuk ke kamar, mengintip sedikit. Sosok itu tidak masuk ke rumah. Jam berapa ia mulai mengintipku lewat lubang di luar kamar ?

Tiga hari Aldi mempelajari segala yang berhubungan dengan pengawasan terhadap dirinya yang dilakukan sosok bercadar itu. Semakin lama ia semakin yakin sosok itu manusia, bukan hantu. Kadang ia mendengar langkah halus, desahan nafas, batuk yang ditahan, pintu yang berderit halus, ia sudah tak memasang kertas jebakan lagi.

Hari keempat, ia menulis secarik kertas untuk ditempel di pintu belakang. Hanya delapan kata yang ditulisnya, Halo, boleh kutahu, Melli atau Meilan yang dulu menulis catatan untukku ? Kertas itu ditempel menjelang tidur, dan berharap besok pagi ada jawabannya.

Besok paginya ia harus kecewa. Kertas itu masih ada tanpa tambahan apapun. Ia berangkat kerja, bekerja seperti biasa, pulang dengan kebiasaan yang sama. Ia sudah tak perlu mengamati lagi.

Bulan penuh, bulat dan berwarna oren, indah terlihat dari atas genteng. Seluruh genteng terlihat bersinar oleh cahaya rembulan yang kuning gemilang memukau.

" Kurasa aku sudah ketahuan, " keluh Meilan.
" Apa kubilang ?! Kamu lemah ! Kamu terlalu membiarkannnya tertingkah di rumahmu. Cepat usir dia sebelum terlambat !" suara Melli galak, gusar dan kesal.
" Jangan marah-marah donk, Mel. Biarkan aku menjelaskan apa yang kupikirkan, " pinta Meilan.
" Kalau aku jadi kamu, kuikat dia di atas pohon beringin biar mati kedinginan!" wajah Melli beringas. Taringnya keluar sedikit.

" Aku gak bisa, Mel. Hatiku gak tega. Entah kenapa begitu. Dulu, terhadap penyewa lain aku sanggup setiap malam membuat keributan, muncul memperlihatkan wajah rusakku hingga penyewa menjerit, pingsan akibat ketakutan. Cara itu efektif mengusir penyewa. 

Tapi, terhadap Aldi, entah kenapa setiap aku ingin membuka cadar, bukan dia yang ketakutan, malah tanganku yang gemetaran. 

Sudah berkalip-kali aku memperlihatkan diri menjelang malam, kala dia sedang duduk di loteng, aku ingin memperlihatkan wajahku yang rusak untuk membuatnya ketakutan, tapi, setiap tanganku bergerak ke kain yang menutupi wajahku, aku teringat tatapannya yang lembut, matanya yang bergerak berpindah dari kiri ke kanan, kiri ke kanan, membaca baris demi baris tulisan di naskah, aku tak sanggup melaksanakan niatku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun