Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Beauty and The Beast (70)

18 April 2019   05:26 Diperbarui: 18 April 2019   05:29 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Ini tak mungkin dilakukan hantu, hantu tak perlu mengintip. Apakah ini perbuatan manusia? Untuk apa seseorang mengintipku bekerja ? " hati Aldi berdesir. Ia teringat omongan sosok berwajah rusak itu. Temanku itu wajahnya terbakar, rusak parah, lebih jelek dibanding kuntilanak. Dia mengatakan padaku, dia jatuh cinta padamu. Berani kamu menerima cintanya ?

" Hantu tak butuh tali untuk naik ke atap, manusia butuh. Berarti.... apakah ini berarti sosok yang tidak bercadar itu hantu, sedangkan yang kupanggil hantu bercadar malah manusia ? Manusia yang wajahnya rusak akibat terbakar saat kerusuhan, terpaksa bersembunyi menghindari manusia, terpaksa menutupi kerusakan wajahnya dengan cadar. Itukah kamu, Melli atau Meilan? Yang manusia Melli atau Meilan ? " Tak puas dengan temuan itu, Aldi keluar menuju belakang, ia membuka pintu dan memeriksa dengan teliti. Ditemukan lagi seutas tali mirip kawat halus di samping dinding, terikat ke atas atap !

Lalu ia teringat gang tempat gadis bercadar itu merayap di dinding mirip cecak, apakah itu juga menggunakan tali atau kawat halus ?

" Kalau ini korban kerusuhan yang tidak mati terbakar, ini saksi hidup kerusuhan Jakarta, sanggup hidup menghindari manusia selama 14 tahun. Ini luar biasa! Apa tujuannya? Apakah untuk mempertahankan miliknya ? " Tanpa sengaja Aldi menatap ke plafon bagian luar, ada sebuah triplek yang warnanya lebih buram dibanding triplek lain, seakan sering tersentuh tangan berdebu. Seketika darah Aldi berdesir. Dalam hati ia berguman. Dia tinggal di bawah atap, di atas plafon ! Putusnya dalam hati.

Aldi terbengong dengan temuannya. Empat belas tahun dia menghindari manusia, andai aku tiba-tiba memergokinya, ia pasti kaget dan kabur. Aku tak boleh membuatnya curiga. Bagaimana agar aku bisa bertemu dengannya tanpa membuatnya panik dan ketakutan ?

Dia menggunakan kertas ! Dia menggunakan catatan ! Bagaimana kalau aku melakukan hal serupa  ?
Tidak, jangan sekarang. Aku harus mendekatinya pelan-pelan. Mengorek ceritanya pelan-pelan. Ini bisa jadi cerita yang meledak di pasaran jika diterbitkan. Aldi membayangkan sebuah buku yang memaparkan seorang korban kerusuhan bersembunyi dari manusia selama 14 tahun, hidup menyendiri, hanya keluar di malam hari, meminta makanan dari penjaga kelenteng, bertahan hidup demi mempertahankan miliknya. Ini cerita yang bakal jadi best seller !

Harapan  Aldi melambung tinggi. Ini saatnya ia menulis  sebuah cerita yang bakal meledak di pasaran ! Super best seller ! Laku terjual 1 juta copi ! Tangannya gemetar membayangkan royalti yang bakal di dapatnya. Tapi, apakah etis menulis penderitaan orang untuk memperkaya dirinya ? Apakah itu adil bagi gadis bercadar itu ?

Sekarang gantian aku yang mengamatimu. Aku ingin tahu mulai jam berapa kamu naik ke genteng untuk mengawasi saat aku pulang kerja. Aldi membawa tasnya, turun ke bawah, dan keluar lagi. Ia membawa naskah. Ia berjalan hingga ke luar gang, membeli koran, lalu masuk kembali hingga ke ruko kosong di seberang jalan. Ia berdiri disitu, pura pura membaca naskah. 

Wajahnya tak terlihat dari rumahnya akibat terhalang koran atau naskah yang dibacanya. Matanya ditujukan ke atas genteng. Jam 5.30 kakinya mulai pegal. Ia membuka koran, dijadikan alas duduk, ia duduk santai di depan rumah kosong mengamati rumahnya. Jam 5.45 hari mulai gelap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun