Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"Beauty and the Beast" [37]

19 Februari 2019   06:47 Diperbarui: 19 Februari 2019   07:32 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Episode 37

Jean sebal Aldi selalu menolak ajakannya. Hampir setiap minggu ia mengajak Aldi, Aldi selalu beralasan demi adiknya. Setelah mundur sedikit. Mobilnya berputar 90 derjat, ia ingin segera berlalu, sesosok bayangan berdiri di jalan raya, wajahnya begitu menyeramkan sehingga saat ia ingin menginjak rem, terinjak gas. Setirnya oleng, dan dengan deras mobilnya menghantam tiang listrik.
Brak !
Bagian depan mobilnya bonyok. Untung kantong udara mengembang sempurna. Jean hanya kaget, tidak terluka. Ia menatap ke belakang. Tiada siapa-siapa di belakang, tidak ada yang tergeletak di aspal akibat tubrukannya.
" Hantu ! " jeritnya, memundurkan mobilnya, untung masih bisa berjalan. Cepat cepat ia pergi tanpa memedulikan jalan mobilnya yang terserok-serok.

Setelah bepergian seharian, hape Aldi lowbat. Saat ingin ke kamar mandi, dicolokkan charger ke hape. Ia mandi sepuasnya. Sudah 3 bulan ia tinggal di rumah ini, selain gratis sewa ia juga tak pernah menerima tagihan listrik dan air. Siapa yang membayar semua tagihan itu?
Ia sudah makan malam bersama Jean. Setelah mandi, ia duduk di beranda, berharap melihat Gadis Bercadar melintas di gang Bahagia. Ia ingin mengatakan ia sudah mengantar rebusan obat untuk kakek Tosan, ditolak kakek Tosan, dan diusir. Ia berharap roh Gadis Bercadar mengerti dan tidak mempersulitnya.
" Aldi ! Lagi ngapain ! Gak malming nih ? "
Aldi menoleh ke asal suara. Dari pangkal gang ia melihat Della berjalan kaki bersama seseorang. Setelah dekat, ia merasa heran melihat Della berjalan bersama Widya. " Hei, kalian bermalam minggu, ya ? Mau kemana? Ikut donk !" teriak Aldi.
" Muter muter disini aja, mau ikut ayo turun, di- tunggu nih,"
Keceriaan Della membuat Aldi bersemangat. Ia  masuk ke kamar, menyambar dompet, lupa membawa hapenya. Saat ia keluar, sebuah bayangan mendekati hapenya, menyentuh layar beberapa kali, dan mencabut charger.
Aldi mengunci pintu, bergabung dengan dua gadis cantik berkeliling sambil berjalan kaki, menikmati ramainya malam minggu, tidak sadar sebuah bayangan terus mengekori mereka.  
" Sudah pecah rekor nih. Hari ini hari ke 92 kamu bertahan di rumah itu. Selamat ya, " Widia mengulurkan tangan. Aldi menyambut salam itu dengan antusias.
" Berkat tangkal pinjaman Della, dan semangat pemberianmu." Kata Aldi merendah.
" Semangat gak bisa diberi, aku hanya memompa. Kamu bertahan demi adikmu, selain itu kerendahan hatimu ikut membantumu," puji Widia.
" Haha, ada ada saja. Aku rendah hati? Biasanya aku dinilai sombong karena jarang bicara. " kata Aldi.
" Kukira bukan sombong. Jarang bicara itu pendiam namanya. Lagian kamu pendiam bukan karena sifatmu, itu karena kamu serius mengedit," Widia tertawa, memperlihatkan sederet giginya yang cemerlang.
" Wah, tampaknya kak Wid lebih mengenal Aldi ketimbang dirinya, padahal kalian baru 3 kali bertemu. Apa ini yang namanya jodoh? " ucap Della blak-blakan. Wajah Aldi bersemu merah. Ia pendiam bukan karena sifat?  Pendiam bawaan pekerjaan, benarkah ?
" Enggaklah. Terlalu dini untuk sebuah kesimpulan. Aku memprovokasinya supaya bertahan demi adiknya, adiknya butuh uang kuliah, sedangkan aku, jika tahun depan berhasil menjual rumah itu, komisi yang dijanjikan penjualnya sangat menggiurkan. " ucap Widia blak-blakan.
" Jadi, ini murni bisnis ?" tanya Della.
" Dari awal pertemuan urusan kami memang bisnis. Dia butuh kontrakan, kusodorkan sewa gratis, adiknya butuh biaya kuliah, kuberi semangat supaya dia bertahan. Dia untung aku untung, tidak ada  pihak yang dirugikan. Tul gak, Al ?" Widia mengerling.
Penjelasan Widia sudah jelas, ini urusan bisnis. Aldi tahu posisinya. Ia menatap Della.
" Kalian, gimana bisa berteman ?"
Sesosok bayangan terus mengekori mereka, berusaha sedapat mungkin mendengar percakapan mereka. Wajahnya geram. Jangan harap deh kamu bertahan. Aku akan membuatmu pergi ! Malam ini juga!
" Kami sama-sama berasal dari Kuntian. Aku datang duluan, kuliah disini, mencari pekerjaan disini. Saat pulkam kuajak Della kemari. Sayangnya tamatan SMA sulit mendapat pekerjaan bagus. Jadi, ya beginilah. Kami tetap berteman." Kata Widya.
Mereka singgah ke pujasera dadakan yang muncul setelah malam tiba. Aldi mendekati penjual tahu Sumedang, Della membeli cilok, Widia membeli cakue. Mereka makan bersama sambil berjalan bersama. Ngobrol sambil berkeliling tanpa tujuan, hingga jam 11 barulah Aldi mengawal Della dan Widia hingga ke Jalan kemenangan. Aldi pulang sendirian.
Saat tiba di Gang Bahagia, saat ingin memasukkan anak kunci ke lubangnya, Aldi mencium bau tak sedap. Ia teringat kejadian sebelumnya, belum sempat ia bersiaga, sesuatu menghantam punggungnya. Kunci terlepas dari tangannya. Ia melihat sebatang tulang tergeletak di depan rumah.
" Sial, pasti perbuatan anak nakal !" Umpat Aldi, ingin jongkok untuk memungut kunci.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun