Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Beauty and the Beast 06

12 Januari 2019   05:01 Diperbarui: 12 Januari 2019   05:05 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Episode 06

Aldi merasa heran. Kakek itu seakan tahu ia bukan kelahiran Jakarta. Kalau dilihat dari segi usia, kakek itu paling tidak sudah berusia 70 tahun. Pasti sudah banyak makan asam garam dunia.
" Semarang."
" Baru pindah ke sini ?"
" Baru 10 hari."
" Orang baru. Pantas bertanya."
Aldi menafsirkan omongan kakek itu yang berarti karena orang barulah makanya ia tak tahu kakek itu sering membakar kertas akherat untuk cucunya. Ia terdiam sambil terus melempar kertas akherat ke kobaran api. Satu ikat habis, ia mengulurkan tangannya lagi. Kakek itu memberinya seikat lagi. Bersama mereka membakar kertas akherat hingga habis. Setelah habis, kakek itu jongkok, menuang 3 gelas ( entah air putih, teh, atau arak ke pinggir kali. Kembali ia menatap Aldi.
" Cucuku ikut menjadi korban saat terjadi kerusuhan Mei 1998. " Airmata kakek itu berderai. Setelah mengatakan hal itu, Kakek itu mengantongi 3 loki plastik tempat air tadi ke dalam saku celana, lalu berjalan menjauhi kali Krukut.
Aldi terpana. Kerusuhan Mei 1998 ? Bukankah itu sudah 14 tahun yang lalu? Apakah kakek itu selama 14 tahun selalu membakar kertas akherat untuk cucunya ? Aldi berusaha mengingat kerusuhan 98. Waktu itu usianya baru 12 tahun. Seingatnya, ketika itu ia masih di Semarang. Acara TV menayangkan kerusuhan yang terjadi di Jakarta begitu hebohnya. Orangtuanya melarangnya menonton dengan alasan tayangan seperti itu tak layak ditonton anak kecil.
Cucu kakek itu korban kerusuhan Mei 98. Pantas kakek itu menangis. Seharusnya aku menghiburnya. Begitu Aldi menatap ke arah perginya kakek itu, bayangan kakek itu sudah tak kelihatan. Ia berusaha mengejar hingga ke Jalan Kemenangan III, namun usahanya tidak berhasil menemukan bayangan kakek itu. Aldi kembali ke rumah dengan hati kecewa.

Gara gara omongan Jean, malam ini ketika jam 1 ia terbangun dan kebelet kencing, ia agak gemetaran saat membuka pintu. Sungguh tak praktis kamar mandi terletak di luar rumah. Kenapa tidak di dalam? Ohya, rumah ini rumah lama, dibangun pada zaman Belanda. Pada masa itu sebahagian masyarakat memisahkan kamar mandi dan wc dari rumah. 

Jarang orang menyatukan sesuatu yang dianggap kotor  ke dalam rumah. Bahkan ada yang pantang rumahnya diberaki burung.
Pintu terbuka, lampu belakang demi penghematan hanya dipasangi bolam 5 wat. Sesuatu terlihat melayang-layang di udara. Sehelai kain hitam, mirip mantelnya Batman, terbang dibawa angin, hinggap di wajah Aldi. Sontak Aldi seakan terkurung di ruang gelap. Panik melandanya. Apakah dia diserang hantu, kuntialanak, atau maling ? Terngiang omongan kakek di kali Krukut. Cucuku ikut menjadi korban saat terjadi kerusuhan Mei 1998. Seketika Aldi menganggap yang menyerangnya ini roh korban kerusuhan.

 Secepat kilat tangannya menyambar kain itu. Andai betul ia diserang hantu, pasti kain itu tak bisa lepas dari wajahnya.
Kain itu tertarik tangannya dengan gampang. Penglihatannya kembali sempurna. Ditatapnya kain itu. Hanya kain biasa, mirip kain yang baru dibeli, dicuci, dijemur, dan diterbangkan angin. Tapi kenapa begitu kebetulan ? Kenapa kain itu melayang ke wajahnya tepat saat ia membuka pintu? Apa dilempar seseorang? Aldi memeriksa bagian belakang rumah. Glodok merupakan pemukiman padat, bagian belakang itu hanya berjarak 2 meter dari tetangga yang adu punggung dengan rumahnya. Di seberang itu, ternyata ada tali jemuran, ada jepitan kain di tali. Aldi menyimpulkan, kain itu terlepas dari jepitan. Terbang ke wajahnya. Disimpan kain itu dan besok akan dikembalikan ke pemiliknya.

Hidup Aldi berkecukupan. Gajinya sebulan bisa ditabung 500 ribu. Walau jomblo, ia berpikir suatu saat pasti harus menikah. Ia menabung untuk biaya pernikahannya. Sebagai anak kedua ia tak menanggung biaya hidup orangtuanya. Tapi hari ini datang selembar surat dari abangnya yang bermukim di Surabaya. Isinya membuatnya agak terkesima.
Al, seperti yang kamu ketahui, sejak papa menderita stroke dan ibu sudah tak kuat bekerja, seluruh biaya hidup keluarga kutanggung. Aku tak pernah meminta bantuanmu. Tapi, tahun depan Krisania tamat SMA, ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Berhubung bebanku sudah  berat, aku berharap padamu. Tolong tahun depan kamu siapkan dana sekitar 20-25 juta untuk biaya masuk perguruan tinggi. Sengaja jauh-jauh hari kuberitahukan hal ini agar kamu berhemat.  Krisan adik kita yang paling bungsu, tinggal satu itulah beban kita yang terakhir. Jangan bilang kamu tak bisa. Aku tahu gajimu setiap bulan bersisa. Oke... begitu saja ya. Semoga kamu cepat mendapat jodoh.
Aldi tersenyum kecut. Dibaca surat itu 2 kali. Lalu diambilnya buku tabungan dari laci kantor. Saldo yang tertera di buku itu adalah 5.245.333. Jika sebulan ia menabung 500 ribu, tahun depan buku tabungannya akan berjumlah 11.245.333 plus tambahan sedikit bunga. Ia memegang jidatnya. Mana mungkin tahun depan secara ajaib tabungan bertambah menjadi 2 kali lipat?
" Hari gini pacaran masih pake surat ? Apa kata dunia !" terdengar suara plok, setumpuk kertas menghamtam kepala seseorang. Jean bergaya kayak orang ingin bunuh diri.
Aldi tercenung terlalu mendalam, tidak menyadari kehadiran Jean di depannya. Untunglah tadi ia membuka buku bank di dalam laci. Kalau tidak, pasti Jean mengira ia sedang kebingungan akibat kekurangan biaya menikah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun