Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

KL Nai 02: Pembantuku 33

28 September 2017   23:24 Diperbarui: 28 September 2017   23:36 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Aku berbaring di ranjang. Kekenyangan membuat kantuk menyerangku dengan hebat, dan sukses membuatku terlena selama  2 jam.

..........

Aku terbangun sekitar jam 4. Agak pangling dimana aku berada. Setelah berpikir sejenak, barulah aku ingat aku sedang berada di  rumah Ramli. Aku mencuci muka dan berjalan keluar. Ramli sedang nonton TV di ruang tamu. Dua anak menemaninya. Ramli mengajari anak-anaknya memanggilku Om Jo. Yang besar lelaki berusia sekitar 12 tahun, bernama Harri dan yang kecil berusia sekitar 6 tahun, cewe, namanya Mita. Ken muncul dengan segelas kopi hitam. Aku menebak rasanya pahit, ternyata salah. Rasanya manis pas pasan. Setelah minum, Ramli mengajakku ke lokasi pabrik. Tampaknya ia tak sabar ingin menunjukkan tempat tinggal kuntilanak itu kepadaku.

Kali ini Ramli menyetir sendiri, dan kelajuannya 80 km perjam. Lokasi pabrik ternyata jauh dari rumah Ramli. Hampir 1 jam barulah kami tiba. Lokasinya strategis, terletak tak jauh dari jalan besar, dan ada sebuah sungai besar di ujung tanah itu. Konsorsium yang ingin membangun kilang pasti mengincar lokasi ini karena; bahan baku akan diangkut dengan truk melalui jalan darat, dan hasil produksi di kapalkan untuk diekspor melalui sungai. Pintar ! Pujiku kepada para investor.

Untuk masuk ke lokasi itu, mobil harus masuk ke sebuah jalan kecil yang  belum diaspal. Ramli memarkir mobil di tempat yang sudah dibabat rumputnya. Ia turun sambil memandang kesana sini seakan akan menikmati pemandangan.

" Dulu daerah ini merupakan tempat tinggal suka Mayak. Suku minoritas yang menyempal dari Suku Dayak. " Ramli menjelaskan seakan akan ia dosen Antropologi.  Aku hanya menggumankan kata oh untuk menanggapi. Mataku tertuju ke semak semak. Dimana tempat sang Kunti tinggal ? Dimana bangunan yang diceritakan Ramli? Seperti apa bentuknya? Rumput baru dibabat sekitar 2 hektar, menurut Ramli, tanah itu luasnya 10 hektar.

" Apa sebuah pabrik membutuhkan lahan seluas ini ? " tanyaku.

" Sebetulnya tidak. Hanya, jika memikirkan kedepannya akan memperluas kilang, tidak perlu mencari lahan di tempat lain.  "

"Kurasa 5 hektar cukup untuk membangun sebuah kilang, kamu tak perlu mengganggu tempat tinggal si Kunti."

" Sialnya, si Kunti justru memilih sarang di tempat yang paling cocok untuk mendirikan kilang."

Aku bukan orang Jakarta. Dulu aku lahir di Riau, pernah tinggal 3 tahun di Dumai untuk menamatkan SMP, setelah itu melanjutkan SMA ke Pekanbaru sebelum hijrah kuliah ke Jakarta dan bekerja di Taiwan.

" Pernah mendengar Kilang BBM Putri Tujuh, Don ?" tanyaku tiba tiba.

Bersam(a) bung, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun