Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Classic rock addict || Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing || Lulusan S1 FIKOM konsentrasi Jurnalistik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Semua Karena Rock N' Roll

10 Maret 2020   22:49 Diperbarui: 10 Maret 2020   22:52 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com, edited

"Gak usah pulang sekalian, Rin!" suara Papa langsung terdengar begitu aku membuka pagar rumah. Amarahnya memang sudah tercium sejak peristiwa mogoknya mobil Roy tadi.

"Mobil Roy mogok, Pa di jalan tol dan saat itu sedang macet. Untung Arini bisa kontak Andika jadi dia datang meminjam mobil temannya." Andika, adik lelakiku satu-satunya itu nongol di sampingku setelah memarkir mobil yang kumaksud.

Papa langsung terperangah melihat penampilan Andika yang rambutnya sudah panjang, sedikit melebihi bahu. Maklum, Papa baru melihat Andika lagi setelah enam bulan tidak bertemu karena Andika yang memilih tinggal di kos-kosan dan malas pulang ke rumah gara-gara Papa yang banyak maunya, begitu ia bilang padaku suatu malam.

"Kamu juga ikut-ikutan gondrongin rambut pake kaos sepatu butut dan jeans robek?! Lama-lama malu Papa. Kamu kan anak akuntansi, Andika. Gondrong begitu mana pantes, kayak gembel. Kamu kan calon orang kantoran, harus bersih, rapi, klimis. Lagipula mana bisa konsentrasi belajar kalo mata ketutupan rambut yang ikal uwel-uwelan macam bulu domba begitu?" mata Papa melotot. Andika hanya memberi senyuman hambar.

"Kan bisa pake bando, Pa." jawabnya santai.

"Lagipula, kan Papa yang mau Andika jadi orang kantoran. Andika gak mau kok, Pa. Andika dari dulu maunya kuliah jurusan musik. Musik Pa, musik! Main musik, bikin lagu, belajar teori-teori musik, ngajar musik. Pokoknya musik!" bak seorang demonstran ia menumpahkan segala perasaannya yang selama ini terpendam lalu menghilang dari teras. Kulirik Roy yang terdiam dengan matanya yang terus menatap Papa. Pandangan Papa kemudian beralih padanya.
 
"Dan kamu, anak muda. Saya tidak peduli orangtuamu kaya, kamu anak pejabat atau konglomerat, apalagi kalau ternyata kau memang melarat tapi jangan sekali-kalinya mempengaruhi anak-anak saya menjadi berandal seperti kamu dan teman-teman bandmu, apalagi berani-beraninya menyentuh Arini. Jangan menjadi racun!"

"Pa.." ucapku lirih.

"Masuk Arini. Sudah larut begini. Mau jadi wanita macam apa kamu pacaran sama kaum beginian yang bisanya cuma senang-senang? Nggak ada gunanya. Rambut saja yang panjang, prestasi botak!" 

"Cukup, Pa." air mataku mulai tumpah. Roy maju selangkah.

"Pak, maafkan saya karena sudah lancang mengantar Arini pulang hampir tengah malam. Tapi saya tidak terima perkataan Bapak yang seperti itu tentang saya. Penampilan saya memang urakan, citra anak band dengan rambut gondrong kayak saya memang buruk, alkoholik, pecandu narkoba dan pergaulan bebas namun saya bukan penganut hal-hal seperti itu. Saya mengerti ketakutan Bapak. Dari awal saya kenal Arini, ia sudah bercerita bagaimana Bapak membesarkan ia dan Andika. Saya salut. Tolong, jangan menilai saya seperti tadi. Yang saya tahu, saya sangat menyayangi Arini. Saya akan menjaganya meski tidak akan pernah bisa sesempurna ketika Bapak yang melakukannya." ujarnya, berusaha untuk tetap tenang. Aku tahu ia sudah memendam unek-unek itu sejak lama.

"Lalu kamu mau apa?!" tanya Papa sengit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun