Mohon tunggu...
Maddie Depal Suyadi
Maddie Depal Suyadi Mohon Tunggu... -

hanya orang biasa, yang belajar ngeblog dan berbagi. Salam ceria... Weblog : http://www.depal.info || pembuat video tutorial edit foto bertema surealis & abstrak di http://youtube.com/depalpiss7 ;)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membuat Segalanya Menjadi Mudah

28 Desember 2010   20:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:17 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mudah, sebuah kata yang sebenarnya kita tidak pernah tahu arti sebenarnya. Samar dan tidak jelas. Mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi sebagian yang lainnya.

Pernah ada teman yang mudah sekali tertidur, hanya bersandar kepala tanpa bantal, hanya tas saja ia sudah bisa tertidur lelap. Sambil melihatnya saya hanya tersenyum dan berkata “ia sangat beruntung”. Tanpa di sadari ia telah membuat segalanya menjadi mudah dalam tidurnya, tidak perduli apa yang sedang di rasakan atau di alami toh, ia bisa tertidur lelap.

Kembali kepada ke-samaran tentang mudah. Mudah bagi saya adalah saat sesuatu muncul begitu saja, seperti angin yang berhembus di leher kita, ketika kita sedang meraskan kegerahan yang amat sangat. Tak ada ruang untuk kegelisahan, yang ada hanya kesejukan angin tersebut, leher saya dan hati.

Pernah juga saya melihat, kesusahan orang-orang di sekitar saya, dan melihat semuanya baik-baik saja. Mereka kelihatan mudah dalam hidup dalam pergaulan terutama dalam mencintai pasangan mereka. Begitu mudahnya mereka saling mencintai satu sama lain sampai pada finalnya mereka menikah.

Salah seorang teman menasehati saya untuk cepat menikah dan dia punya semboyan yang selalu di prokamirkannya mengenai hal ini yaitu : “hidup itu jangan bilang sekarang bagaimana, tapi nanti bagaimana!.” Dia begitu jujur namun saya tetap tidak pernah bisa memaknai arti semboyannya. Mungkin ia sedang mempermudah hidupnya, saya tidak berani menilai hanya ia yang tahu.

lain satu, lain pula yang lainnya, seorang teman yang lain begitu yakin bahwa pernikahan adalah jalan terakhir yang harus di tempuh, cuma ada yanga aneh dari dirinya menurut saya. Ia begitu gigih menyuruh saya untuk menikah. Tunggu apa lagi? itu hal yang selalu ia katakan, namun ia sendiri belum menikah, aneh memang tapi seperti itu keadaanya.

Kemudian ada juga teman lainnya lagi, saya merasa pasangannya sangat mencintai dia, dan sangat siap berjalan ke arah hubungan yang selanjutnya yaitu menikah. Di sela-sela perbincangan mengenai hal tersebut ia selalu mengatakan pada saya, bahwa ia tidak ingin menikah. Seperti paranoid namun tidak juga, alasannya sangat simple, “ia tidak ingin di rampas kebebasannya, saat sudah menikah”. Ia tidak ingin kehilangan saat “seperti ini”, yang saya maksud dengan saat-saat seperti ini adalah, ketika kita berkumpul sampai larut malam di temani racun nikotin dan kafein.

Itu sebagian kecil dari cerita, orang-orang yang mungkin kita kenal. sambil menulis ini saya bertanya? bagaimana dengan saya? apakah saya merasa lebih baik dengan meraka? apakah saya merasa lebih bebas dari mereka? ataukah saya tidak pernah memikirkan nanti bagaiman semestinya?.

Padahal pada saat saya menanyakan hal-hal tersebut di atas, saya masih bimbang! saya masih bingung! itu artinya kalau saya juga tidak jauh beda dengan mereka. Saya belum bebas, saya belum terlepas dari apa yang masyarakat bilang dengan nilai-nilai. walaupun jujur saya berkata bahwa matahari itu tidak menyilaukan, namun masyakat tentu berpandangan lain. Matahari tidak hanya silau tapi panas.

Saya setuju, namun saya tidak sedang menjelaskan tentang melihat matahari dan merasakan sengatan matahari. Itu memeng pernyataan pertama saya yang menyatakan bahwa matahari tidak silau, kenapa saya tidak di beri ruang untuk di tanya “kenapa demikian?, tentunya saya akan menjelaskan, matahari tidak menyilaukan buat tanaman yang membutuhkan proses fotosintesis, matahari tidak menyilaukan bagi para penjual ikan asin.

Namun saya telah terlanjur “di cap gila” tanpa sempat mengutarakan maksud saya. Dan itu adalah contoh nilai-nilai kolektif yang sudah terlanjur terbentuk, matahari hanya simbolik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun