Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Giring Kandang

15 Agustus 2022   12:05 Diperbarui: 30 Maret 2023   08:49 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Burung merpati bukanlah burung istimewa. Ia adalah hewan domestik yang dipelihara sebagai klangenan atau hewan ternak. Suaranya jauh dari merdu karena lebih mirip suara orang ngorok atau menahan batuk. Namun hewan ini disukai karena naluri navigasinya.

Di zaman dahulu orang mengenal ‘merpati pos’ yang terlatih sebagai kurir surat menyurat. Berkat kecepatannya terbang dan ketajamannya membaca arah banyak merpati pos diberi penghargaan karena jasanya dalam misi penyelamatan nyawa manusia, khususnya saat peperangan. Demikianlah manusia menghargai dan mengapresiasi jasa hewan yang cerdas macam burung merpati pos itu, sementara di belahan dunia yang lain burung merpati hanya pantas disembelih untuk digoreng dan dilahap selaku lauk pauk.

Sementara burung hantu dianggap sebagai simbol ilmu pengetahuan (padahal sama sekali tidak pernah makan bangku sekolah) dan burung elang simbol keperkasaan, burung merpati kerap dijadikan simbol perdamaian dan kesetiaan pada pasangan. Simbolisasi itu tentu didasarkan pada karakter masing-masing burung.

Merpati tidak pernah ingkar janji. Judul film remaja tahun 1980-an itu menegaskan karakter merpati yang setia dan amanah (bisa dipercaya). Merpati memang gemar kawin tetapi hanya dengan satu pasangan. Dia tidak akan ke mana-mana bila sudah ‘giring kandang’: selalu pulang ke sarang betina yang itu-itu juga. Singkat kata: merpati tak mengenal poligami.

Perihal istilah ‘giring kandang’ itu saya dengar dari anak-anak remaja di Jakarta yang suka main burung dara. Mereka menyebut merpati yang sudah jinak sebagai merpati yang giring kandang.

Selain jadi wahana permainan, karakter burung merpati yang pandai menemukan jalan pulang itu sering juga dijadikan mekanisme taruhan (judi). Caranya: burung dilombakan dalam adu kecepatan terbang hingga sampai di garis finish oleh panitia ‘adu doro’ (adu merpati),  istilah orang Surabaya untuk judi merpati. Uang taruhannya tidak tanggung-tanggung: puluhan hingga ratusan juta. Jadi nasib merpati (yang setia) sama dengan ayam jago (yang tidak setia): diperjudikan. Yang satu dalam ‘adu doro’ yang lain dalam ‘sabung ayam’.

Khazanah agama Islam pernah menyebut satu jenis burung legendaris dalam kisah Nabi Sulaiman: burung hud-hud. Burung itu bisa memberi laporan intelejen kepada Sulaiman dan bertindak selaku kurir surat Sulaiman kepada Ratu Balqis: menempuh jarak 2.400 km jauhnya dari Palestina ke Yaman. Kisah sahih ini paling tidak menguatkan proposisi kita tentang adanya kecerdasan pada bangsa unggas berukuran mungil itu.

Sedangkan hadis ada menyebut ‘manusia berhati burung’ dalam konteks pujian. Mengutip artikel Ustadz Ammi Nur Baits, terdapat riwayat yang berbunyi:  Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan ada sekelompok orang yang masuk surga, hati mereka seperti hatinya burung.” (Hadis sahih riwayat Ahmad 8382 & Muslim 7341).

Menurut para ulama, berhati burung di sini maknanya ada tiga: pertama, orang yang hatinya lembut seperti hati burung. Kedua, orang yang hatinya mudah takut kepada Allah dan mudah kembali kepada kebenaran, terutama bila dinasehati dan diingatkan. Ketiga, orang yang tawakkalnya tinggi, seperti dalam hadis pula: “Jika kalian tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana halnya burung diberi rezeki. Dia berangkat dalam kondisi perut kosong, dan pulang dalam kondisi perut kenyang.” (Hadis riwayat Ahmad nomor 205 dan Turmudzi nomor 2344 disahihkan Syuaib al-Arnauth) Demikian Ustadz Ammi.

Artinya untuk karakter-karakter tertentu, bangsa manusia harus berteladan kepada beburung: soal kesetiaan pada pasangan, soal kelembutan hati, soal mudah menerima nasehat dan soal memelihara mentalitas tawakkal dalam mencari rezeki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun